REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perjanjian kerjasama antara Indosat dan IM2 sudah benar secara hukum. Hal itu dikemukakan Luhut Pangaribuan, selaku kuasa hukum bagi Indar Atmanto, Indosat dan IM2.
Ia juga kembali menegaskan bahwa tidak ada kewajiban bagi IM2 membayar Biaya Hak Pemakaian (BHP) frekuensi.
"Sangat jelas, tak ada kewajiban untuk IM2 membayar BHP frekuensi karena kewajiban itu milik Indosat dan itu sudah dibayar. Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Indosat dan IM2 itu benar secara hukum dan bahkan dianjurkan untuk percepatan penetrasi internet dan benar menurut perundang-undangan,'' kata Luhut yang menjadi pengacara bagi Indar Atmanto, Indosat dan IM2 di Jakarta, Kamis (14/3).
Luhut juga menyatakan bahwa dakwaan jaksa pada persidangan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dalam kasus dugaan penyalahgunaan frekuensi oleh IM2 dan Indosat tidak berdasar.
Dari sejumlah saksi yang telah dihadirkan oleh jaksa, kata dia, tak ada satupun yang mendukung dakwaan jaksa. Ia juga menegaskan bahwa dugaan pembagian frekuensi antara Indosat dan IM2 tidak benar.
"Artinya sampai sekarang, dakwaan itu tidak berdasar," ujarnya dalam siaran pers yang diterima Republika.
Sementara itu pada persidangan yang digelar hari ini, menghadirkan M. Rachmad Widayana dari kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika sebagai saksi.
Dalam keterangannya di persidangan, Rachmat menjelaskan dengan detail bagaimana pola susun kerjasama antara IM2-Indosat. IM2 sebagai penyelenggara jasa, kata dia, kalau ingin memakai frekuensi tentunya harus menyewa ke penyelenggara jaringan.
"Dalam hal ini Indosat. Tidak ke kami (Kominfo, red)," katanya.
Ia juga menjelaskan bahwa IM2 ini tidak memiliki pemancar. Jadi kalau dibilang Indosat menjual jaringan kepada IM2, menurut dia, sangat tidak bisa dilakukan.
Lalu sehubungan dengan tender frekuensi, Rachmad menjelaskan bahwa Kominfo memberikan izin jaringan kepada Telkomsel, XL dan pemenang tender lain. ''Itu sama persis dengan izin kepada Indosat,'' terangnya.