REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA -- Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil membebaskan 11 nelayan dan dua kapalnya yang ditahan Malaysia melalui pendekatan diplomatis. Mareka berhasil kembali ke Pelabuhan Balawan, Jumat (15/3) malam.
Demikian diungkapkan Menteri KKP, Sharif Cicip Sutardjo kepada wartawan di Yogyakarta, Sabtu (16/3). Untuk membebaskan nelayan tersebut pihaknya bekerjasama dengan kedutaan besar Malaysia.
"Di Malaysia kalau belum sampai di pengadilan bisa dilakukan pendekatan dengan memberikan argumentasi yang masuk akal dan diterima," kata Sharif Sutardjo.
Dijelaskan Sharif, berdasarkan catatan KKP, tahun 2012 berhasil dipulangkan 293 nelayan yang ditangkap di luar negeri. Mereka tersesat di Malaysia, Australia, Republik Palau, dan Papua Nugini.
Lebih lanjut Sharif mengatakan nelayan Indonesia yang tersesat ke negeri tetangga akibat kapal yang tidak memadai peralatannya. Selain itu, awak kapal pendidikannya sangat rendah."Banyak nelayan yang muda usia yang menggantikan profesi orangtuanya. Sehingga kemampuan mereka belum memadai," kata Sharif.
Untuk meningkatkan pendidikan nelayan, KKP telah memberikan beasiswa kepada anak nelayan untuk menempuh pendidikan di SMK Kelautan maupun perguruan tinggi kelautan. "Saat ini ada sembilan SMK Kelautan di seluruh Indonesia. Sekolah ini 60 persen anak nelayan, 40 persen umum," katanya.
Selain itu, KKP juga akan memasang peralatan yang bisa memantau setiap lambung kapal yang masuk ke perairan Indonesia. Sehingga kekayaan laut Indonesia tidak dicuri orang asing.
Sementara Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Firman Subagyo mengatakan masih banyaknya kapal tradisional yang digunakan nelayan membuat mereka banyak yang tersesat ke negara lain. Karena itu, dengan kenaikan anggaran KKP dari Rp 3 triliun menjadi Rp 7 triliun diharapkan bisa meningkatkan kualitas kapal nelayan. "Perlu ada standarisasi kapal yang ingin melaut lepas," kata Firman.