REPUBLIKA.CO.ID, NICOSIA — Komunitas Muslim Siprus mendukung penuh terciptanya dialog penyatuan wilayah. Ini sekaligus menegaskan posisi Muslim dalam konflik Siprus.
Sedari awal, umat Islam yang sebagian besar berada di Timur Siprus, dikenal dengan Siprus Turki, merasa putus asa dengan minimnya dukungan dunia Islam terhadap pengakuan negara mereka.
“Kami sudah mendekati saudara-saudara kami di dunia Islam, namun tidak ada kejelasan sikap. Tentunya kami menginginkan ada kemajuan, “ ungkap Juru bicara Kepresiden Siprus Turki, OsmanErtug, seperti dikutip Reuters, Senin (18/3).
Harus diakui, posisi Muslim terjepit lantaran dunia internasional tidak mengakui mereka sebagai satu negara. Mereka tentu tidak bisa ambil risiko hanya mengantungkan diri dengan Ankara.
Situasi ini mendorong mereka berinisiatif mengambil langkah konkret guna mendapatkan kehidupan lebih baik. Sejauh ini, perundingan yang mereka lakukan dengan Siprus Yunani memang berakhir buntu.
Siprus Yunani, dengan dukungan Athena, bersikeras tidak mengakui Muslim. Mereka baru mengakui kalauumat Islam bersedia menerima Nicoasia sebagai pemerintahan yang sah.
Namun, komunitas Muslim tak menyerah begitu saja. Mereka coba manfaatkan pergantian kepemimpinan di kubu Siprus Yunani.
“Saya kira, beberapa bulan ke depan akan menjadi penting bagi kami,” kata Ertug. Menurutnya, sikap Muslim yang mendukung penyatuan bukan hanya masalah gas. Tentunya, ada kesepakatan lain yang pada akhirnya akan menciptakan kerja sama atau berakhir konfrontasi.
“Saya memang tidak menghendaki ada tendensi buruk. Tapi segala kemungkinan perlu kami perhatikan,” kata dia.
Karena itu, lanjut Ertug, Siprus Turki akan mengundang pemimpin baru Siprus Yunani, Nicos Anastasiades dalam beberapa bulan ke depan.
Dua hal penting akan dibicarakan yakni penyatuan kembali negara dengan syarat pengakuan minoritas Muslim dan pembagian cadangan gas.
Secara finansial, Siprus Yunani memang lebih baik dari Siprus Turki. Ini karena, Siprus Yunani mendapatkan pengakuan internasional. Situasi itu berbanding terbalik dengan Siprus Turki yang kedodoran menghadapi sanksi internasional.