REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aparat birokrasi dan penegak hukum dinilai masih belum memberikan teladan dalam penerapan aturan-aturan hukum. Akibatnya, masyarakat krisis keteladanan dan mengikuti mereka dengan melanggar aturan hukum.
“Jika aparat tidak memberi contoh, maka masyarakat akan mengabaikan aturan-aturan hukum,” kata Pakar Hukum Pidana, Romli Atmasasmita, melalui siaran persnya, Selasa (19/3).
Romli mencontohkan, kasus paling sering ditemui di lapangan mengenai pelanggaran hukum adalah masalah perizinan. Menurutnya, jika birokrat bekerja sesuai dengan perundang-undangan, perizinan akan mudah dan murah. Tetapi faktanya, seringkali birokrat mempersulit keluarnya perizinan dengan maksud supaya pemohon mengeluarkan 'uang pelicin'.
Kondisi seperti inilah yang membahayakan birokrat dan masyarakat pemohon. Kalau transaksi itu terjadi, bisa dikenakan pasal penyuapan. "Di kehidupan nyata, sikap buruk aparatur itu menjadi masalah hukum seperti dalam kasus suap bupati Buol yang menyeret pengusaha Hartati Murdaya. Padahal, untuk melihat kasus ini sangatlah sederhana, kalau Bupati Buol tidak meminta, tentu kasus ini tidak akan pernah ada," katanya.
Menurut Romli, kasus bupati Buol itu membuktikan bahwa jika aparatur negara tidak memberikan contoh, hal itu bakal mengorbankan banyak elemen bangsa. Oleh sebab itu dalam kaitan tersebut maka hendaknya aparat penegak hukum berpegang pada hati nurani dan secara profesional mengambil langkah hukum yang tepat dan bijak.