REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Nashih Nashrullah
Perempuan kelahiran 1941 itu, adalah sosok Muslimah yang tegar menghadapi ujian Tidak sedikitpun ada keluh dan kesah keluar dari lisannya. Bahkan, ketika ia harus menghadapi kenyataan sang suami ditahan. Di kala susah itu, ia tampil menjadi penyemangat dan oase yang melunturkan kegamangan dan kegundahan.
Ia meyakinkan, dirinya akan menjaga keluarga dan seluruh hartanya. “Jangan bersedih memikirkan kami, tapi pikirkanlah agamamu, kewajibanmu, dan dakwahmu.”
Masih kuat di ingatan Syekh Isham, petuah bijak yang disampaikan isterinya tersebut. Saat berada di dalam penjara, Isham pernah mengalami kelumpuhan. Ini akibat deraan siksaan yang ia terima. Ia menukilkan nasehat itu : “Wahai suamiku Isham, janganlah bersedih hati dan jangan pula berputus asa. Allah akan mengangkat derajat orang yang di ujinya, jika engkau tak mampu berjalan dengan kakimu, engkau bisa berjalan dengan kaki-kaki kami.''
''Jika engkau tidak mampu lagi menulis dengan tanganmu, engkau bisa menulis dengan tangan-tangan kami. Allah senantiasa bersamamu, Allah senantiasa bersamamu. Allah sekali-kali tidak akan meninggalkan keadaanmu dan sekali-kali tidak akan menelantarkan keadaanmu”.
Penjara tak menghentikan sedikitpun dakwah Bannan dan keluarganya. Begitu bebas dari jeruji besi, mereka aktif menyuarakan aspirasi kaum tertindas. Sebagai klimaksnya, mereka akhirnya mengasingkan diri ke Jerman.
Ia beserta seluruh keluarganya menjadi buronan politik. Setelah hijrah ke Jerman Barat ia tetap giat berdakwah. Ia mendirikan organisasi dakwah Islam, memberikan ceramah dan menulis artikel di Negara tersebut. (bersambung)