REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Nashih Nashrullah
Selama 17 tahun hidup di pengasingan tidaklah mudah. Keterasingan serta jauh dari keluarga merupakan ujian yang sangat berat. Terlebih bagi perempuan.
Belum lagi bayang-bayang ketakutan dan teror yang senantiasa mengincar dari musuh-musuh Allah. Namun, hari-harinya selama di pengasingan ia isi dengan ibadah dan amal shaleh. Bannan rajin membaca Alquran dan berdoa.
“Tak jarang sampai berlinang air mata,” tutur anak-anaknya.
Berita tentang pembunuhan itu pun tersebar luas. Keesokan harinya, media massa Jerman mengangkat itu sebagai isu utama. Tak lama berselang, para pembunuh akhirnya ditangkap dan mengakui perbuatan mereka. Ia sangat terpukul.
Syekh Isham pun menulis senandung syair di antologi puisinya yang berjudul Rahil, separuh jiwa yang telah pergi.
Bannan, wahai pembela Islam yang berdarah
Lukamu masih mengalirkan darah di hatiku.
Bannan wahai cerminan agung keikhlasan
Wahai peraih pengorbanan dan syahid yang mulia
Kita hidup terasing dari Tanah Air dan Negara
Berjibaku dengan cahaya dan nilai
Tipu daya membayangi kita di tiap sudut
Dan ajal mendekati kita di tiap lini