Rabu 20 Mar 2013 19:52 WIB

NU: Obama Harus Adil di Konflik Palestina-Israel

Rep: Agus Raharjo/ Red: A.Syalaby Ichsan
Warga Palestina memprotes pemukiman Israel
Foto: AP/Majdi Mohammed
Warga Palestina memprotes pemukiman Israel

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Amerika Serikat Barack Obama diminta adil pada konflik negara Palestina dan Israel. Kedatangan Obama kedua negara bertikai itu harus mendamaikan dua negara.

Artinya, Obama harus berani tegas bersikap pada Israel kalau ingin menginisiasi perdamaian antar dua negara. Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Marsudi Syuhud menilai,  kedatangan Obama tidak menghentikan aksi Israel yang masih membangun pemukiman baru di wilayah Palestina.

Menurutnya, ide mendamaikan dua negara itu sia-sia. "Rencana perdamaian sia-sia, kalau sallah satu pihak tidak mau berdamai. Harus dihentikan dulu perluasan pemukimannya," kata Marsudi pada Republika, Rabu (20/3).

Marsudi menambahkan, langkah paling dasar untuk mewujudkan rencana perundingan antara dua negara itu adalah pengakuan Amerika atas negara Palestina. Kalau sudah ada pengakuan, posisi Palestina akan sejajar Israel. Perundingan dan perjanjian damaipun lebih mudah dilakukan.

"Kalau tujuan Obama itu (mengakui Palestina), berarti itu langkah positif," tambah Marsudi.

Dalam konflik Israel dan Palestina ini, menurut Marsudi membutuhkan bantuan semua pihak. Pihak-pihak asing atau negara lain yang datang ke dua negara itu sangat dibutuhkan untuk memosisikan Palestina menjadi negara berdaulat. Sebab, masih ada negara yang tidak mau mengakui Palestina sebagai sebuah negara. 

Pada momentum ini, Obama harus bisa bersikap adil pada dua negara. Artinya, kalau Obama mengakui Israel sebagai sebuah negara, dia juga harus mengakui Palestina sebagai negara berdaulat. Persoalannya, Amerika sangat berkepentingan dalam konflik dua negara ini. Amerika memang menjadi pembela Israel terdepan, di lain pihak, Amerika tidak mau dicap sebagai negara yang dimusuhi negara Islam.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement