REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Pembangunan Hotel Amaroossa yang berada di samping tugu kujang menuai kontroversi dari warga Bogor. Mereka memprotes bangunan hotel itu nantinya bakal menimbulkan titik kemacetan baru dan dianggap melanggar estetika dan tata ruang di Kota Bogor.
Pembangunan Hotel Amaroossa itu terletak tepat di persimpangan Jalan Raya Pajajaran dengan Jalan Otto Iskandar Dinata, Kelurahan Baranangsiang, Kecamatan Bogor Timur. Rencananya hotel itu akan dibangun setinggi 15 lantai. Hingga saat ini, proses pembangunan hotel tersebut masih terus berjalan.
Namun, bangunan hotel yang sepenuhnya selesai ini sudah menuai kontroversi dan penolakan warga Bogor. Mereka menilai pembangunan itu menyalahi dan melanggar estetika Kota Bogor.
"Dari sisi Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) Lalu-Lintas juga sebenarnya belum tentu cocok," kata Bambang S Sudirman, salah satu penggiat budaya sunda, kepada Republika, Kamis (21/3).
Menurutnya, hampir setiap hari, terutama saat jam berangkat dan pulang kerja, titik persimpangan itu selalu menimbulkan kemacetan. Apabila hotel itu beroperasi, maka kemacetan yang timbul bakal lebih parah.
Tidak kalah penting lagi, kata Bambang, ketinggian hotel itu juga bakal mengerdilkan simbol Kota Bogor, yaitu Tugu Kujang. '"Ini masalah jati diri dan identitas warga Bogor. Tugu kujang merupakan simbol perjuangan warga Bogor," ujarnya menegaskan.
Dikhawatirkan, apabila ketinggian hotel itu lebih tinggi dari tugu kujang, orang-orang bogor dan dari luar kota lama kelamaan tidak akan mengenal lagi tugu kujang sebagai identitas Kota Bogor, dan Jawa Barat. Sebagai perbandingan, tinggi Hotel Santika hanya delapan lantai dan itu tidak lebih tinggi dari Tugu Kujang.
Selain itu, menurut Bambang, lolosnya perijinan yang diberikan oleh Pemerintah Kota Bogor terhadap bangunan hotel itu menandakan pemkot Bogor tidak menggubris hasil Pansus DPRD Kota Bogor soal pembahasan Rancanan Tata Ruang Wilayah (RTRW) tahun 2010-2011.
"Padahal seharusnya sudah tidak ada pembangunan hotel lagi di sepanjang Jalan Pajajaran. Terakhir adalah Hotel Santika," tuturnya.
Keluhan juga disampaikan Nina, warga yang tinggal di Jalan Bangka, belakang terminal Baranangsiang. Dia mengeluhkan debu dan tanah yang terjatuh dari truk-truk pengangkut tanah yang keluar dari lokasi proyek.
"Kalau mereka abis keluar dari proyek, tanah-tanahnya suka jatuh dan mengotori jalanan. Terus debu-debunya juga bikin susah nafas," tuturnya.
Bambang pun berharap, perwakilan budayawan Bogor, Pemerintah Kota Bogor, dan pihak pengembang dapat dipertemukan untuk berdiskusi soal solusi yang menguntungkan kedua belah pihak.
"Harapan kami, pembangunan hotel itu dikaji ulang. Baik dari aspek ketinggian ataupun sisi Amdal Lalu-lintas," katanya.