Kamis 21 Mar 2013 20:45 WIB

Bolos Saat Jam Kerja, Apa Hukumnya?

PNS di Mal
PNS di Mal

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Nashih Nashrullah

Acapkali oknum pegawai negeri sipil (PNS) berbaju dinas terlihat berkeliaran di jam-jam aktif kerja. Ada yang berbelanja di pusat perbelanjaan, sebagiannya lagi terlihat nongkrong di warung makan atau bahkan tempat hiburan.

   

Seringkali pula ditemui oknum PNS pulang sebelum berakhirnya jam kerja yang telah ditentukan. Ini miris. Di saat oknum-oknum tersebut dibayar oleh rakyat menggunakan pajak, justru seringkali abai terhadap tugas dan kewajiban mereka.

   

Rendahnya etos kerja itu pun, memang memjadi perhatian serius Kementerian Pendayagunaan Apartur Negara dan Reformasi Birokrasi. Pemerintah berupaya untuk mendisiplinkan aparaturnya melalui Peraturan pemerintah No 53/2010 Tentang Disiplin PNS. Sejauhmanakah efektivitas PP itu, memang belum ada data pasti. Minimal, paling tidak pemerintah beriktikad untuk melakukan reformasi birokrasi.

   

Aktivitas cabut sebelum jam kerja usai, sebetulnya tak hanya menjangkiti para oknum PNS. Fenomena ini juga menyerang oknum karyawan swasta. Pemandangan bolos kerja atau meninggalkan ruangan dan urung kerja sebelum jam aktif kerja selesai menjadi persoalan yang kian dianggap sepele, padahal justru memiliki konsekuensi yang sangat berat.

   

Di negara-negara berkembang, fenomena ini nyaris menjelma sebagai budaya yang diakui atau tidak, masih sangat mengakar. Di negara-negara Timur Tengah, misalnya. Rendahnya kedisiplinan oknum PNS ataupun karyawan swasta di Mesir, mendapat perhatian serius dari Lembaga Fatwa (Dar al-Ifta) negara berjuluk Seribu Menara itu. 

   

Menurut lembaga yang kini dipimpin oleh Mufti terpilih yaitu Syekh Syauqi Ibrahim Abd el-Karim Allam tersebut, Islam menegaskan bahwa pekerjaan adalah salah satu bentuk amanat yang wajib ditunaikan oleh si penanggungjawab. Jika amanat yang dimaksud itu tak ditunaikan maka ia dinyatakan telah berkhianat.

   

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya.” (QS. an-Nisaa’ [4]: 58). Penegasan tentang pentingnya menunaikan amanat ini juga tertuang di ayat ke-8 surah al-Mu’minuun. “Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.”

   

Sebuah hadis juga menguatkan status pekerjaan itu sebagai bentuk tanggung jawab. Rasulullah SAW menyatakan bahwa, tiap-tiap manusia adalah pemimpin dan bertanggungjawab atas tugasnya. Dengan demikian, maka seorang pegawi negeri ataupun swasta bertangungjawab atas kewajiban yang ia emban. Tugasnya tersebut, akan dipertanyakan kelak di akhirat.

   

Atas dasar inilah, maka bolos kerja dengan sengaja dan tanpa alasan yang kuat adalah bentuk pengkhianatan terhadap pekerjaan itu. Termasuk beranjak meninggalkan pekerjaan sebelum jadwal resmi yang ditetapkan. Kecuali jika alasan meninggalkan pekerjaan sebelum jam resmi berakhir itu ialah perintah dari atasan. Jika tidak, maka aktivitas ilegal itu bertentangan dengan prinsip-prinsip agama. Ketentuan ini berlaku permanen. Baik saat Ramadhan atau bulan-bulan lainnya.

   

Sepakat dengan pendapat ini, sejumlah lembaga fatwa resmi negara-negara Timur Tengah mengadopsi fatwa yang dikeluarkan oleh Dar al-Ifta. Misalnya Lembaga Wakaf Uni Emirat Arab, Lembaga Fatwa Kuwait, dan Komite Tetap Kajian dan Fatwa Arab Saudi.

Lembaga fatwa yang terakhir ini menambahkan tidak diperbolehkan pula memanipulasi data kehadiran. Misalnya, bila yang bersangkutan hanya hadir empat hari dalam sepekan. Sementara ia menambahkan satu hari baik dengan membuat laporan palsu atau mendelegasikan absensi, contohnya. “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu.” (QS. al-Maidah [5]: 1).

Lembaga ini juga mengingatkan agar para bawahan tidak terpengaruh dengan sikap lalai atasan. Jika menyaksikan atasan yang mengabaikan kedisiplinan itu, hendaknya jangan ditiru. Semestinya, justru atasan yang tak memberikan contoh baik itu dinasihati dengan cara yang bijak.   

Seorang karyawan, sesuai dengan hukum Islam adalah obyek sewaan ajir dengan ketentuan-ketentuan khusus, antara lain tenggat yang telah disepakati antara kedua belah pihak.  Syarat tersebut wajib dipenuhi oleh pihak ajir, dalam hal ini ialah karyawan swasta ataupun negeri. Sebuah hadis riwayat Abu Dawud menegaskan bahwa orang Islam wajib memenuhi syarat yang diberlakukan atas mereka. Selama syarat itu berada dalam koridor syariat.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement