REPUBLIKA.CO.ID, PALU--Pejabat Mabes Polri meminta kepada wartawan untuk pandai-pandai menempatkan diri saat meliput bentrok , termasuk unjuk rasa yang berakhir dengan keributan.
"Usahakan berlindung di belakang barisan aparat saat meliput kerusuhan agar aman," kata Analis Utama Divisi Hukum Mabes Polri Kombes Pol Rifai Sinambela. Ia menyampaikan pedoman penanganan kasus kekerasan terhadap wartawan di Palu, Kamis (21/3)
Dia mengatakan, aparat keamanan tidak bisa melindungi wartawan yang sedang meliput di tengah suasana kacau. "Olehnya pandai-pandailah menempatkan diri," kata Rifai.
Dalam acara itu ada pula sesi berbagi pengalaman meliput dari kalangan kuli tinta. Mantan Wapemred RCTI Iman Wahyudi menuturkan kisahnya saat meliput kerusuhan di Jakarta pada 27 Juli 1996.
Saat itu Imam telah memperkirakan akan terjadi kekacauan di depan Kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di Jalan Dipponegoro, sehingga ia memilih lokasi peliputan yang tidak ada batu.
"Saat terjadi kekacauan saya segera mengamankan diri. Jadi, kita harus jeli membaca situasi yang terjadi," kata mantan Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) ini.
Kota Palu memiliki beberapa contoh kasus wartawan yang mengalami luka saat meliput bentrok antarwarga atau unjuk rasa berujung kekacauan. Pada pertengahan Maret 2013, dua juru kamera televisi swasta di Kota Palu terluka saat meliput bentrok antarwarga di Jalan Padanjakaya.
Sebelumnya pada pertengahan 2012, seorang juru kamera televisi di Kota Palu terkena tembakan senapan angin di bagian leher saat meliput bentrok di Kabupaten Sigi.
Melihat profesi wartawan begitu rentan, Ketua IJTI Sulawesi Tengah Indra Yosvidar mengimbau wartawan untuk lebih waspada saat meliput bentrok. Dia juga mendesak perusahaan media memberikan jaminan asuransi keselamatan kerja kepada jurnalis.