REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Jepang membukukan defisit perdagangan selama delapan bulan berturut-turut. Hal itu menjadi tantangan terberat yang dihadapi pemerintahan baru Jepang dalam mengatasi masalah ekonomi setempat.
Ekspor Jepang turun pada Februari, sementara impor naik, sehingga defisit perdagangan tercatat mencapai 777,5 miliar yen atau sekitar Rp 78,5 triliun. Ekspor merupakan pendorong perekonomian Jepang, namun kinerjanya menurun dalam delapan bulan terakhir.
Para analis mengatakan, ekspor menghadapi sejumlah tantangan dan penurunan nilai tukar yen tidak cukup membantu peningkatan hasil tukar ekspor. Menurut Kementerian Keuangan setempat, ekspor turun 2,9 persen pada Februari dibandingkan periode yang sama 2012. Sementara, impor naik 11,9 persen.
Sementara itu, nilai tukar yen jatuh hingga 20 persen terhadap dolar AS sejak November 2012. Hal itu membuat barang-barang Jepang lebih terjangkau bagi warga asing. "Tidak masalah seberapa besar yen melemah dari level yang sekarang, kita tidak mungkin melihat pemulihan yang tajam pada ekspor," ujar analis dari RBS Securities, Junko Nishioka, dilansir BBC.
Menurut analis, ekspor Jepang telah digeser produk luar negeri selama beberapa tahun terakhir. Hal itu membuat ekspor tidak meningkat. Pada saat yang sama, mereka menghadapi penurunan permintaan dari pasar utama Uni Eropa yang tengah menghadapi krisis ekonomi.