REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Dua hari kerusuhan antara umat Buddha dan Muslim di Myanmar menewaskan sedikitnya 20 warga. Hal itu menimbulkan ketakutan warga setempat untuk keluar rumah.
Belum ada tanda-tanda kerusuhan baru pada Jumat (22/3) waktu setempat. Namun, kota Meikhtila berada dalam suasana tegang, ujar seorang politisi dari oposisi Liga Nasional untuk Demokrasi, Win Htein.
Rumah warga Muslim dibakar warga Buddha yang marah. Para biksu mencegah otoritas setempat untuk memadamkan api. Sedikitnya lima masjid dibakar dalam kekerasan yang mulai meledak pada Rabu pekan ini. Kerusuhan tersebut dipicu adu mulut antara penjual emas yang merupakan seorang muslim dan pembeli dari umat Buddha. Seorang pendeta tewas hingga kemarahan warga Buddha tidak terhindarkan.
Meikhtila terletak 550 km utara kota Yangon dengan populasi sekitar 100 ribu orang, yang sepertiganya merupakan warga muslim. Win mengatakan ada 17 masjid sebelum kerusuhan terjadi. Warga setempat berlindung di biara-biara atau lokasi lain yang jauh dari kekerasan. "Kami tidak merasa aman dan kami sekarang pindah ke sebuah biara, " ujar seorang pemilik toko, Sein Shwe dilansir the Guardian.
Kekerasan yang melibatkan warga Buddha dan Muslim di Myanmar terjadi selama beberapa dekade terakhir. Kekerasan di Meihktila merupakan kerusuhan sektarian terbaru setelah bentrokan antara Rakhine Buddha dan Muslim Rohingya tahun lalu. Kerusuhan Rohingya menewaskan 200 orang dan 100 ribu orang kehilangan tempat tinggal.