REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Rezim presiden Suriah Bashar al-Assad, Sabtu (23/3) menolak keputusan dewan hak asasi manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk memperpanjang penyelidikan konflik Suriah.
Penolakan itu diucapkan sehari setelah Dewan HAM PBB mengeluarkan resolusi yang memperpanjang (tugas) penyelidikan komisi itu.
"Suriah dengan tegas menolak keputusan ini," kata seorang pejabat Suriah yang tidak disebutkan namanya yang dari kantor berita Suriah SANA seperti dilansir dari Al Arabiya, Ahad (24/3).
Rezim Suriah menyebut apa yang dilakukan dewan HAM PBB bias dan tidak seimbang. Pejabat itu mengatakan, resolusi itu gagal untuk memperhitungkan peran yang dimainkan negara pendukung oposisi Suriah, di mana negara itu mengirim dana, kereta api, senjata, dan tentara bayaran ke Suriah.
Resolusi itu, ia melanjutkan, juga mencerminkan kebijakan standar ganda yang dilakukan beberapa negara yang mengklaim membela HAM.
"Keputusan itu merupakan perlindungan politik yang diberikan untuk kejahatan yang dilakukan kelompok oposisi bersenjata, sambil menyalahkan kekerasan yang dilakukan rezim Suriah," tuturnya.
Dengan 41 suara setuju, satu suara menentang, dan lima negara abstain, resolusi menyebutkan komisi harus terus menyelidiki semua dugaan pelanggaran hukum HAM internasional (di Suriah).
Meski tidak dapat memasuki Suriah, komisi telah mewawancarai lebih dari 1.500 pengungsi, dan orang-orang yang dibuang dari Suriah untuk melengkapi laporan.
Komisi menuduh pasukan pemerintah Suriah maupun oposisi telah melakukan kejahatan perang. Resolusi juga mengutuk pelanggaran yang dilakukan kedua belah pihak.
Tapi resolusi itu mencatat pelanggaran yang dilakukan oposisi Suriah dan skala pelanggaran yang dilakukan pasukan pemerintah juga sekutunya belum mencapai intensitas. PBB memperkirakan bahwa lebih dari 70 ribu telah tewas dalam konflik Suriah sejak Maret 2011.