REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi V DPR RI Yudi Widiana meminta pemerintah menanggung selisih tarif kereta yang harus ditanggung masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Desakan ini disampaikan menyusul rencana penghapusan KRL ekonomi per 1 April 2013.
Pemerintah, menurutnya, harus mempertimbangkan daya beli masyarakat. Jika masyarakat belum mampu, maka pemerintah wajib menanggung selisih tarif yang ditetapkan oleh PT KAI dengan tarif yang ditetapkan pemerintah. Hal tersebut sesuai dengan pasal 152 UU No. 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian.
Yudi juga menegaskan bahwa PT KAI tidak bisa menghentikan secara sepihak KRL ekonomi. Sebab, yang memiliki kewenangan itu adalah pemerintah, bukan PT KAI sebagaimana diatur dalam UU No. 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian.
Menurutnya, keberadaan kereta api (KA) ekonomi merupakan tugas pemerintah menyediakan sarana untuk masyarakat kelas bawah sebagaimana diamanatkan pasal 152 dan 153 UU No,23/2007. Dengan demikian, yang bisa mencabut keberadaan KA kelas ekonomi hanyalah pemerintah.
"Jika pemerintah sudah menyetujui, selisih tarif harus ditanggung pemerintah. Jika belum siap, ya harus ditunda dulu penghapusannya,” kata Yudi, dalam siaran persnya, Senin (25/3).
Seperti diketahui, PT Kereta Api Indonesia (KAI) berencana menghapus seluruh Kereta Rel Listrik (KRL) ekonomi atau non AC dihapuskan dan menggantinya dengan kereta ber-AC pada tahun 2013—2014.
PT KAI beralasan penghapusan KRL Ekonomi itu untuk meningkatkan kualitas pelayanan.