REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang menyebutkan adanya kerugian negara Rp1,3 triliun dalam kasus dugaan korupsi penggunaan frekuensi IM2 dipertanyakan. "Sedangkan aset IM2 sendiri hanya Rp700 miliar," kata Manajer Keuangan PT Indosat Mega Media (IM2) Sukria.
Ia menyatakan itu dalam persidangan mantan Direktur Utama IM2, Indar Atmanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (25/3).
Tak hanya itu, audit BPKP juga menyatakan IM2 telah meresahkan pegawai IM2 yang berjumlah 200-an orang.
Sementara itu, saksi ahli dari BPKP, Dani Sudarsono, mengatakan bahwa BPKP mempunyai kewenangan secara hukum untuk menjalani pemeriksaan, namun sejak tahun 2000, kewenangan memeriksa sudah tidak ada lagi dan yang melakukan adalah BPK.
"Jika ada dugaan kerugian negara, harusnya meminta keterangan dari banyak pihak yang terkait, sehingga laporan itu bisa menjelaskan secara jelas dan tidak subjektif, dan semua pihak terkait wajib dipanggil dan dimintai keterangan, karena standar audit harus objektif, independen dan bebas dari intervensi," katanya.
Sementara itu, saksi lainnya Fajar Aji Suryawan juga menegaskan, tidak pernah ada masalah dalam pembayaran BHP maupun USO oleh Indosat. Sejak pertama kali menjadi penyelenggara jaringan 3G, total pembayaran BHP yang dilakukan Indosat mencapai Rp 2 triliun. "Dan itu tidak pernah ada masalah," ujarnya.
Fajar menyatakan, dalam kerja sama tersebut, seluruh pembayaran Indosat sudah termasuk dari pembayaran jasa dari pengguna atau penyelenggara jasa, termasuk penggunaan pita frekuensi.
Menurut dia, kerja sama Indosat dan IM2 adalah lazim terjadi di dunia telekomunikasi. Bahkan pemerintah menganjurkan adanya kerjasama tersebut demi memperluas penggunaan internet di Tanah Air.
Saksi ahli Eddy Thoyib dari Masyarakat Telematika (Mastel) menyatakan hal yang senada dengan Fajar. Eddy menegaskan, contoh kerjasama lain seperti Indosat dan IM2 adalah antara PT Telkom Tbk dengan PT Telkomsel Tbk. Karena itu, tuduhan yang dialamatkan ke IM2 oleh jaksa, justru melahirkan keresahan di industri telekomunikasi.
sumber : Antara