REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bertemu dengan miliuner dan filantropis Yahudi George Soros di Bali, Selasa (26/3) siang ini.
Pertemuan dengan spekulan ulung tersebut untuk membahas kelanjutan kerja sama Indonesia-Norwegia mengenai REDD+ (Pengurangan Emisi dari Degradasi dan Deforestasi).
"(Pertemuan dengan Soros) lebih pada kelanjutan kerja sama kita dengan Norwegia, REDD+, dan juga kaitannya dengan moratorium," kata Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa yang turut mendampingi Presiden Yudhoyono dalam pertemuan itu.
Pertemuan itu dilakukan menjelang pelaksanaan pertemuan keempat panel tingkat tinggi mengenai agenda pembangunan setelah 2015 yang akan dipimpin oleh SBY , Presiden Liberia Ellen Johnson Sirleaf dan PM Inggris David Cameron --yang meskipun tidak hadir akan memberikan pandangannya melalui video conference.
Presiden yang mengenakan jas hitam dan dasi biru melakukan pertemuan selama lebih kurang 30 menit dengan Soros yang mengenakan batik lengan panjang berwarna hijau.
"Dia (Soros) memberikan pemikiran bagus sekali dan memberikan penghargaan ke Indonesia terhadap konsep REDD+ dan bagaimana pada akhirnya nanti (peran) provinsi," katanya. Menurut Hatta, Soros sepakat jika moratorium lahan gambut dan hutan primer tetap menjadi perhatian.
"Yang sekarang ini kan Kalimantan Tengah. Itu sebagai contoh provinsi kita," katanya. Menko Perekonomian menilai REDD+ bagus untuk menahan laju pengrusakan hutan sekaligus mengupayakan agar masyarakat tetap bisa hidup tanpa hutan rusak.
"Strateginya kan ke situ. Lahan gambut ini harus dijaga kalau dirusak menimbulkan efek pencemaran paling tinggi dan daya rusaknya tinggi," ujarnya.