REPUBLIKA.CO.ID, ALMATY -- Dewan Ulama Kazakstan merilis fatwa yang menyatakan penggunaan jilbab di kalangan muslimah tidak bertentangan hukum negara. Ini merupakan jawaban Dewan Ulama atas permintaan organisasi Islam di Kazakstan.
Pada bagian pertama fatwa, Dewan Ulama menegaskan kewajiban muslimah untuk menutupi aurat mereka kecuali tangan dan wajah. "Ini telah menjadi bagian dari budaya Kazakstan. Meski ada upaya untuk mengaburkan hal tersebut," demikian keterangan Dewan Ulama, seperti dikutip Tengrinews.kz, Selasa (26/3).
Menurut Dewan Ulama, perempuan Kazakh secara tradisional mengenakan syal atau kimeshek (jilbab) dan pakaian sederhana yang menutupi tubuh. "Ada cara yang benar untuk mengenakan pakaian yang sesuai syariah. Tentu pakaian yang digunakan masyarakat Arab meski tanpa cadar," kata Dewan Ulama.
Namun, Dewan Ulama mempersilakan muslimah Kazakstan untuk memodifikasi pakaian tanpa harus mirip dengan apa yang dikenakan perempuan Arab. Yang pasti, dalam memodifikasi pakaian, harus dipastikan seluruh aurat ditutup. Pada bagian lainnya, Dewan Ulama melarang pemaksaan penggunaan jilbab, termasuk memaksa muslimah untuk tidak mengenakan jilbab. Alasannya, jilbab merupakan hak sipil yang merujuk pada pengakuan terhadap keyakinan agama.
"Dalam kaitan ini, memaksakan muslimah untuk melepas jilbab merupakan pelanggaran hukum yang setara dengan penghinaan terhadap suatu agama," kata Dewan Ulama. Sejak pemerintahan Nursultan Nazarbayev, Kazakhstan memberlakukan kebijakan pengawasan ketat terhadap muslim semenjak tahun 2011. Meningkatnya pengawasan ini telah melahirkan kebencian mendalam di kalangan muslim.