REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Tiga negara anggota PBB menentang draft perjanjian internasional (traktat) tentang persenjataan global. Republik Islam Iran, Suriah, dan Korea Utara mengatakan tidak akan meratifikasi traktat tersebut. Negara importir kelas menengah ini juga mengancam akan memblokir semua upaya pembahasan serupa di Majelis umum PBB.
Delegasi tiga negara menolak lantaran draft traktat yang mengatur transaksi persenjataan ini tidak seimbang."Rancangan ini rentan dan telah dipolitisasi. Kami menganggap keputusan kali ini adalah diskriminatif," kata Duta Besar Iran di PBB, Mahammad Khazae, Kamis (28/3) seperti dilansir kanal berita Aljazirah, Jumat (29/3).
Iran mempertanyakan anggota PBB lainnya tentang nasib negara yang berada dalam agresi. Menurutnya, tidak adil jika produsen senjata terhalang memberikan bantuan militer bagi negara yang terisolasi lantaran agresi. Bantuan militer bagi negara dengan kondisi sekarat dianggap sebagai kewajiban. "Bagaimana kita bisa mengurangi penderitaan manusia dengan menutup mata dengan agresi," ujar dia.
Pernyataan itu diiyakan sekutu Iran. Duta Suriah di PBB Bashar Ja'afari mengatakan, negaranya berada dalam agresi akibat adanya transfer senjata asing ke kelompok pemberontak di Suriah. "Kepentingan nasional kami sudah diabaikan," ujar dia.
Draft traktat mencapai kompromi antarnegara anggota, Kamis (28/3) waktu New York. Mayoritas negara anggota PBB mendukung naskah akhir perjanjian ini. Penolakan tiga negara tersebut memaksa negara-negara lain untuk mengesahkan draft traktat di Majelis Umum PBB, Selasa (2/4). Di sini, 193 negara akan memberikan suara agar draft tersebut dapat menjadi menjadi hukum internasional atau konvensi.