REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Yaswirman
Allah SWT tidak menganugerahkan dua hati bagi manusia. Istilah dua hati identik dengan hati mendua, yakni wujud dari keragu-raguan dalam bertindak.
Hakikat hati dalam Alquran disebut dengan qalbu yang bermakna jantung. Qalbu atau jantung, karena berbentuk segumpal daging, disebut juga dengan mudghah.
Rasulullah bersabda: “Dalam tubuh ada mudghah, jika ia baik, maka seluruh tubuh menjadi baik pula. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh tubuh.” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Hati yang baik disebut qalbun salim selalu mendapat petunjuk dari Allah dan dibimbing untuk bertindak baik. Karena itu ia disebut hati nurani (hati yang bercahaya).
Sedangkan hati yang tidak baik disebut qalbu ghairu salim dimurkai oleh Allah dan disebut juga dengan hati zhulmani (hati yang gelap/zalim). Karena itu tidak mungkin hati kita separuhnya nurani dan separohnya lagi zhulmani.
Nurani berasal dari kata nur yang berarti cahaya atau perunjuk. Dalam Alquran tidak ditemukan kata jamaknya, seperti yakni anwar (beberapa cahaya), begitu kata al-huda dan al-haqq juga tunggal. Karena itu, cahaya atau petunjuk itu hanya satu karena bersumber dari Yang Satu, yakni Allah.
“Maka apakah orang-orang yang dibukakan hatinya oleh Allah untuk berislam, maka ia memperoleh nur/petunjuk dari Tuhannya.” (QS az-Zumar [39]: 22). Pada ayat lain: “Allah membimbing melalui nur-Nya terhadap siapa saja yang dikehendaki-Nya” (QS an-Nur [24]: 35).
Hati nurani selalu terbuka menerima dan menyampaikan yang benar, membimbing mulut untuk berkata benar, mata untuk melihat yang baik, telinga untuk mendengar yang bermanfaat. Bahkan ketika mendengar pembicaraan, diseleksi yang terbaiknya (QS az-Zumar [39]: 18).
Rasulullah bersabda: “Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, berkatalah yang benar, kalau tidak bisa, sebaiknya diam.” (HR Muslim). Pepatah mengatakan: “Diam itu emas, bicara itu perak.”
Bagi yang memiliki hati nurani selalu rindu untuk dekat kepada Allah, jiwa terasa tenang dan damai (nafs al-muthmainnah), jauh dari kegelisahan. Kerinduan itupun disambut oleh Allah dengan firman-Nya: “Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan penuh rasa ridha, bergabunglah bersama hamba-hamba-Ku (yang saleh) dan masuklah ke dalam surga-Ku (QS al-Fajr [89]: 27-30).
Kebalikan dari hati nurani adalah hati zhulmani yang berarti gelap/zalim. Kata zhalim sering ditemukan dalam Alquran dalam bentuk jamak atau zhulumaat. “Allah pelindung orang-orang beriman, Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan-kegelapan (azh-zhulumaat) kepada petunjuk (an-nur)… (QS Al-Baqarah [2]: 257). Kalau kebenaran itu satu, maka kezaliman itu cenderung banyak.
Gelap dari petunjuk berarti menutup diri dari kebenaran, cenderung kepada dishamonisasi, memutus silaturahim, egois, suka membuat teror dan provokasi. Jika suatu kebenaran merugikan dirinya, selau ia tutup-tutupi.
Mempermainkan kata-kata adalah wujud dari kezaliman hati. Gambaran bagi orang yang punya hati zhulmani lebih sesat dari binatang, (QS. Al-A`raf [7]: 179). Na`uzdubillah.
n