REPUBLIKA.CO.ID,MATARAM – Bank Indonesia (BI) mengimbau bank-bank untuk mengendalikan pemberikan kredit untuk bisnis batubara dan minyak kelapa sawit (CPO). BI pun berencana mengembangkan aturan loan to value (LTV) untuk sektor lain selain otomotif dan perumahan.
Direktur Departemen Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat BI Difi Ahmad Johansyah menyatakan, himbauan tersebut disebabkan kecenderungan ekonomi Indonesia yang mulai berbasis komoditas. Kondisi ini cukup riskan bagi keberalngsungan ekonomi tanah air. “Hal ini pernah terjadi pada 2008. Ketika itu harga kopi jatuh, sehingga banyak kredit yang disalurkan kepada pebisnis kopi bermasalah,” ujarnya akhir pekan lalu.
Keadaan serupa bukan tidak mungkin bisa terjadi kembali menyusul turunnya harga batubara dan CPO. BI sebenarnya telah melakukan peringatan dini dan tes tekanan terkait dampak penurunan harga kedua komoditas tersebut terhadap perbankan.
Namun langkah tersebut tidak akan cukup berhasil bila bank tidak mengurangi penyaluran kreditnya ke dua bisnis tersebut. Menurutnya, bank yang fokus menyalurkan kredit ke sektor tertentu tidak selalu baik karena tidak ada penyebaran risiko. Akibatnya, bila sektor tersebut terganggu, likuiditas bank pun akan memburuk karena kredit bermasalah semakin banyak.
Hal yang sama diungkapkan Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo. Menurutnya, BI tidak hanya memantau dampak penurunan harga terhadap besaran kredit bermasalah (NPL) tetapi juga terhadap debiturnya. “Sejauh ini belum ada indikasi pelonjakan NPL,” ujarnya. Namun BI tetap akan meningkatkan pengawasan dan mengkomunikasikan masalah ini secara terus menerus kepada para bankir.