Selasa 02 Apr 2013 16:42 WIB

Wamendikbud: Film Boleh Mati, Tapi Pengarsipan Tidak

Ruang Perawatan Film  Sinematek
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Ruang Perawatan Film Sinematek

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ada suntikan "darah segar" ke tubuh pusat pengarsipan film Indonesia, Sinematek Indonesia.

Bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Sinematek melakukan pengalih-mediaan menjadi format digital (digitalisasi) terhadap 29 film nasional yang merupakan bagian dari koleksi Sinematek.

"Film boleh datang datang dan pergi, tapi pengarsipan film tidak boleh mati," ujar Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Wiendu Nuryati dalam acara "Serah Terima 29 Judul Film Koleksi Sinematek Indonesia Hasil Digitalisasi Kerja Sama Sinematek Indonesia dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI", Selasa (2/4) siang di PPHUI, Kuningan, Jakarta.

Wiendu mengatakan, pengarsipan film di Indonesia idealnya memang dalam bentuk digital. Maka dari itu Sinematek harus berkembang menjadi Indonesian Film Centre (IFC). Sinematek harus tumbuh menjadi pusat pengarsipan, pusat data informasi, sekaligus museum perfilman.

Ia juga mengatakan, pengarsipan terhadap film nasional memiliki peranan penting dalam keberlangsung perfilman Indonesia ke depan. Pengarsipan yang baik akan menghadirkan riset perfilman yang nantinya menjadi kunci dalam memperbaiki kualitas film di Indonesia.

"Dengan pengarsipan yang baik, bisa diketahui nantinya film yang baik atau disukai masyarakat. Jadi siapapun bisa melihat atau mengetahui film yang baik story line-nya seperti apa, gambarnya juga seperti apa," ujar Wiendu.

Sinematek sendiri memiliki koleksi lebih dari 500 judul film. Secara bertahap, film tersebut akan dilakukan proses digitalisasi.

Dalam melakukan digitalisasi, Wiendu mengatakan, suatu film setidaknya memenuhi tiga unsur.

Pertama, film memiliki bobot pada zamannya. Hal itu ditunjukkan dengan penghargaan yang diterima film tersebut di dalam dan di luar negeri. Selanjutnya film menunjukkan fenomena tertentu dalam zamannya, dan ketiga film yang pasti memiliki kelangkaan, keunikan sebagai suatu karya seni yang memiliki tingkat kelangkaan tinggi.

"Pembuatan IFC bukanlah cita-cita atau mimpi yang jauh, karena anggaran perfilman tahun ini lebih dari 200 miliar di Dikbud, ini berlipat-lipat sekali besarnya dibanding waktu di Budpar," terang Wiendu.

Sementara Adi Soerya Abdi selaku Kepala Sinematek mengatakan, ke depan pihaknya akan menjadikan seluruh koleksi Sinematek terintegrasi dalam satu sistem.

"Film yang sudah didigitalisasi nantinya akan ada di satu server, sehingga nantinya masyarakat bisa dengan mudah melihat film yang ingin mereka tonton. Itu akan kita persiapkan dalam dua hingga tiga bulan ke depan," kata Adi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement