Rabu 03 Apr 2013 20:59 WIB

Budiman: Pasal Penghinaan Presiden Bukti Pemerintah Tak Siap Dikritik

Rep: ira sasmita/ Red: Heri Ruslan
Budiman Sudjatmiko.
Foto: Republika/Agung Fatma Putra
Budiman Sudjatmiko.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politisi PDI Perjuangan Budiman Sudjatmiko menilai usulan pasal penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden dalam RUU KUHP merupakan bukti bahwa pemerintah tidak siap dikritik.

"Itu kemunduran demokrasi dan pemerintah tidak siap dikritik masyarakat sebagai refleksi perilaku kekuasaan yang abai terhadap rakyat," kata Budiman, di Jakarta, Rabu (3/4).

Aturan itu diusulkan Kemenkumham dalam Pasal 265 dan 266 RUU KUHP yang tengah digodok DPR. Mahkamah Konstitusi sebelumnya telah mencabut pasal-pasal terkait yang memiliki semangat untuk mengkultuskan kekuasaan. Artinya, lanjut Budiman, dalam kajian hukum MK semangat mengkultuskan kekuasaan tidak sesuai dengan UUD 1945 yang menjunjung tinggi semangat demokrasi.

Anggota Komisi II DPR itu memandang upaya pemerintah memasukkan kembali pasal penghinaan terhadap presiden dalam RUU KUHP adalah perwujudan wajah bengis kekuasaan. Dengan legitimasi undang-undang sewaktu-waktu dapat memberangus demokrasi dan memporak-porandakan kebebasan masyarakat sipil.

Diakui mantan aktivis itu,kekuasaan pemerintah yang sah memang patut dihormati dan dijunjung tinggi martabatnya. Selama kekuasaan itu mampu menghadirkan dirinya sebagai pelayan, pelindung, dan pengayom masyarakat.

Tetapi, kata Budiman, jika kekuasaan tampil dengan wajah beringas dan bengis, represif dan otoriter, maka dari perspektif masyarakat, kekuasaan menjadi sesuatu yang patut dikontrol dan diingatkan.

Jika ekpresi masyarakat itu dianggap menghina kekuasan, kata Budiman, kekuasan telah menampakkan diri dan wajah yang sebenarnya, yakni wajah yang tidak bersahabat dan tidak ramah terhadap aspiraai masyarakat.

Dalam Pasal 265 RUU KUHP disebutkan bahwa setiap orang yang di muka umum menghina presiden atau wakil presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV.

Pasal 266 selanjutnya menentukan bahwa: setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum. Atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, yang berisi penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isi penghinaan diketahui atau lebih diketahui umum. Akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement