REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pakar hukum pidana Universitas Negeri Manado Prof Dr OC Kaligis mengatakan kasus penyerangan LP Cebongan, Sleman, Yogyakarta, diduga oleh oknum TNI- AD bukan merupakan pelanggaran HAM melainkan pidana murni.
"Kasus penyerangan LP Cebongan itu adalah pidana murni jadi bukan pelanggaran HAM," kata Kaligis di Jakarta, Sabtu. Pernyataan Kaligis tersebut terkait ada anggapan yang menyebutkan kasus tersebut merupakan pelanggaran HAM berat sehingga Komnas HAM turun tangan untuk mengatasi masalah tersebut.
Menurut Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanudin, Makassar itu bahwa apabila kasus tersebut merupakan pelanggaran HAM jika ada perintah dari atasan yang memegang kekuasaan untuk menghabisi suatu etnis atau agama atau keyakinan tertentu.
Namun kasus LP Cebongan, katanya, dengan penyerangan ke LP di Sleman itu karena kesetiaan kors dan hanya menewaskan pihak tertentu dan bukan semua pihak termasuk petugas LP.
Dia mengatakan bila pimpinan Kopasus bertanggungjawab terhadap masalah itu, itu hanya semata karena kewajiban moril agar bawahannya dengan kesatria untuk menghadapi kasus yang dialami.
Guru besar berbagai universitas tersebut mengatakan kasus pelanggaran HAM hanya terjadi kasus Bosnia Herzigovina, kasus Hitler di Jerman karena ada perintah dari atasan langsung untuk menghabisi etnis dan agama tertentu.
Pada prinsipnya, katanya, kasus pelanggaran HAM adalah perintah atasan sebagai pihak berkuasa secara vertikal bukan horizontal, dan dalam kasus Cebongan tidak ada perintah dari atasan, jadi sebagai akademisi menolak disebut ada pelanggaran HAM.
Namun begitu, pihaknya lebih menitikberatkan kasus LP Cebongan karena kesetiaan kors diduga karena rekannya tewas akibat tindakan premanisme.
Kaligis telah menertibkan sebanyak delapan buku tentang HAM dalam bahasa Indonesia dan Inggris diantaranya, Wiranto Menghadapi Dakwaan Asing terbit Juni 2004, Peradilan HAM di Indonesia jilid I dan II (Agustus 2002), Human Rights & Terrorism (Juni 2008).
Bahkan Kaligis juga pernah menghadiri persidangan HAM masalah pembantain etnis dan agama tertentu di Bosnia Herzigovina pada peradilan HAM di Belanda.
Dia mengatakan kasus pembantaian Westerling di Sulawesi Selatan dengan menewaskan sekitar 45 ribu orang beberapa puluh tahun lalu disidangkan di Singapura, maka tidak dinyatakan pelanggaran HAM.
Demikian pula kasus nasabah City Bank, Irzen Octa yang tewas oleh para penagih hutang tidak disebut sebagai pelanggaran HAM sehingga pelakunya hanya dihukum selama enam bulan.
Walau begitu, pada prinsipnya, pihaknya, tidak menyetujui adanya tindakan premanisme yang belakangan ini marak di Indonesia, bila tidak dituntaskan oleh pihak berwenang, maka akan tumbuh subur karena beraksi dengan kedok ormas tertentu.
Padahal sebelumnya, Mabes TNI AD mengganti Pangdam IV Diponegoro Mayjen TNI Hardiono Saroso dari jabatannya pascapenyerangan Lapas IIB Cebongan, Sleman, Yogyakarta yang menewaskan empat orang tahanan yang dilakukan oleh oknum anggota Grup 2 Kopassus Kandang Menjangan pada 23 Maret 2013.
Kepala Dinas Penerangan TNI AD Brigjen TNI Rukman Ahmad di Jakarta, Sabtu, mengatakan, penggantian tidak terkait sanksi atau pernyataannya atas bantahannya bahwa pelaku penyerbuan Lapas Cebongan adalah oknum anggota Kopassus.