Ahad 07 Apr 2013 20:41 WIB

Ini Cara Orang Palestina Mengenal Tanah Airnya

Rep: Rr Leany Sulistyawati/ Red: Heri Ruslan
Pasukan keamanan Israel menahan seorang aktivis Palestina yang menentang pembangunan pemukiman Yahudi di Tepi Barat, Burin, Palestina, Sabtu (2/2).
Foto: AP/Nasser Shiyoukhi
Pasukan keamanan Israel menahan seorang aktivis Palestina yang menentang pembangunan pemukiman Yahudi di Tepi Barat, Burin, Palestina, Sabtu (2/2).

REPUBLIKA.CO.ID, Setiap pemuda Yahudi yang tersebar di seluruh dunia (diaspora) mengetahui ada program yang dinamakan ‘hak kelahiran’ , yaitu perjalanan gratis bagi siapapun orang-orang keturunan Yahudi yang belum mengunjungi Israel untuk melihat tanah airnya di Yahudi.

Namun, mungkin yang belum diketahui adalah bahwa ada juga kesempatan bagi pemuda Palestina diaspora untuk mengunjungi tanah airnya Palestina dalam sebuah program baru yang disebut ‘mengenal warisanmu’.

‘’Ini bukan liburan. Kami menitikberatkan bahwa delegasi harus siap untuk ini, untuk berkomitmen kepada program, dan berkomitmen untuk Palestina.’’ kata pendiri program ‘mengenal warisanmu’, Rateb Rabie seperti dikutip dari The Daily Beast, Ahad (7/4).

Rabie yang merupakan seorang pengusaha Palestina dan Presiden Tanah Suci Yayasan Ekumenis yang pada tahun 2011 mengumpulkan uang yang cukup dari bisnis warga Palestina di Tepi Barat, dan Amerika Serikat (AS) untuk mensponsori 33 anak muda keturunan Palestina-Amerika melakukan perjalanan selama dua pekan ke Palestina.

Untuk dapat diterima, pemohon harus berusia antara 18 sampai 25 tahun, kemudian memiliki setidaknya satu orangtua orang Palestina, dan berbicara sedikit bahasa Arab. Kelompok yang dipilih itu sengaja berasal dari setengah Kristen dan setengah Muslim.

‘’Konflik ini adalah antara Palestina, Arab dan Israel. Ini bukan sebuah konflik agama, ‘’ tuturnya menekankan. 

Meskipun ada tumpang tindih program ‘hak kelahiran’ Israel dan ‘mengenal warisanmu’, tapi tetap ada perbedaan. Delegasi ‘mengenal warisanmu’ mendarat di Bandara Queen Alia di Amman, Yordania dan tidak mendarat  di Bandara Ben Gurion di Tel Aviv, Israel. Alasannya adalah warga Palestina dengan kewarganegaraan ganda, warga negara asing dari Palestina atau keturunan Arab lainnya, kadang-kadang bahkan potensial diinterogasi.

Kemudian dalam beberapa kasus menyebabkan mereka ditolak masuk ke Israel karena alasan keamanan. Bahkan di perbatasan Yordania, masing-masing delegasi tahun lalu secara individual diinterogasi. Delegasi diinterogasi dengan total waktu selama tujuh jam.

Setelah delegasi tiba di Palestina, mereka memulai tur mereka di Gereja Kelahiran juga kamp pengungsi Aida di Bethlehem, Masjid Ibrahimi di Hebron, Museum Samaria di Nablus, dan kedua situs Kristen dan Islam di Yerusalem. Perjalanan mereka berbeda dengan para peserta program ‘hak kelahiran’ Yahudi yang memulai perjalanan melalui tempat sejarah Israel seperti dataran tinggi Golan, Gurun Negev, pantai, kehidupan malam dari Tel Aviv, dan situs agama Yahudi di Yerusalem.

Meski berbeda, tapi kedua kelompok  sama-sama mengunjungi Haifa, dimana Israel menyebutnya ‘kota yang hidup berdampingan’ meskipun banyak warga Palestina Israel berpikir sebaliknya. Program ‘hak kelahiran’ Israel diiklankan sebagai perjalanan bagi orang Yahudi muda untuk menghabiskan waktu di tanah airnya dan terhubung ke Israel. Tapi Rabie memiliki motif yang berbeda untuk membawa pemuda Palestina Diaspora ke Palestina. 

‘’Saya ingin mendorong pemuda Palestina untuk melakukan bisnis di Palestina dan untuk berinvestasi di sini,’’ katanya.

Meningkatnya ekonomi Palestina pertama dimulai setelah Persetujuan Oslo, yang memungkinkan kedaulatan moneter ,dan kebebasan ekonomi yang menghasilkan peluang bisnis. Banyak warga Palestina yang hidup dan menghasilkan uang di luar negeri. Rabie melihat ini sebagai kesempatan untuk kembali dan membantu membangun negara Palestina. Namun, pembangunan ekonomi ini sering dikritik hanya terbatas ke Ramallah dan meninggalkan sisa (pembangunan ekonomi) di Tepi Barat.

‘’Ramallah tidak benar-benar Palestina,’’ kata seorang pemuda desa Palestina Beit Ommar, Abdel.

Meski pemikiran pembangunan negara dan ekonomi yang ada di pikiran Rabie, tapi kebanyakan peserta tampaknya datang di perjalanan itu lebih terfokus pada perdamaian dan rekonsiliasi dalam konflik Israel dengan Palestina. Ketika ditanya tentang generasi warga Palestina dalam konflik, delegasi dari Houston, Texas, AS, Wissam Rifidi  menyatakan, tidak pernah lupa. 

‘’Tapi kita harus mulai belajar bagaimana mengampuni,’’ ucapnya. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement