REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Meski Israel telah meminta maaf kepada Turki terkait insiden penyerang Mavi Marmara pada 2010, tapi korban serangan tetap menuntut Negeri Zionis menyerahkan wilayah jajahan pada rakyat Palestina.
Para korban juga tak tertarik ganti rugi akibat penyerang tersebut antara Turki dengan Israel, Kamis (11/4). "Kami tidak akan membahas ganti-rugi atau menyerah pada persidangan sampai pengucilan atas Gaza dicabut," kata Musa Cogas, salah satu pegiat di kapal Mavi Marmara, kapal terbesar dalam armada bertujuan menerobos blokade Israel atas Jalur Gaza itu.
AFP melaporkan, Turki dengan Israel akan menggelar pembicaraan terkait permintaan maaf Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu pada bulan lalu atas kematian sembilan warga Turki dalam serangan tersebut.
Amerika Serikat menjadi penegah dalam perundingan yang mengakhiri gesekan Israel dan Turki selama tiga tahun terakhir. "Permintaan maaf tersebut berarti Israel mengakui kejahatannya dan memiliki arti diplomatik, tapi itu tidak ada artinya bagi kami," kata Ahmet Varol, pengulas untuk harian Turki 'Akit' dan pegiat lain di armada tersebut.
"Armada itu berlayar untuk membuat embargo atas Gaza dicabut dan blokade dihapus dan kami jelas belum ada di sana," kata Varol.
Jaksa pada sidang bergengsi di Istanbul itu, yang dibuka pada November, mengupayakan hukuman seumur hidup terhadap empat pemimpin tentara Israel atas serangan laut mematikan tersebut. Pejabat Turki sebelumnya menyatakan pembicaraan ganti rugi itu dapat mengakibatkan penarikan gugatan tersebut. Tetapi, pegiat bersikeras akan meneruskan perkara mereka sampai keadilan ditegakkan.