REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah masih memberikan kesempatan kepada Aceh untuk segera mengubah dan mengganti lambang serta bendera daerah yang termaktub dalam qanun atau perda. Masih ada waktu sekitar satu pekan untuk melakukan hal tersebut.
Juru bicara presiden, Julian Aldrin Pasha mengatakan, perda di Indonesia tidak boleh bertentangan dengan undang-undang atau Peraturan Pemerintah yang lain. Meski pun begitu, lanjutnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menekankan agar proses dialog masih diutamakan.
"Terus dikomunikasikan untuk mencari jalan penyelesaian dan solusi yang paling tepat. Masih ada waktu sepekan lagi dari pemerintah pusat," katanya, Rabu (10/4).
Ia mengatakan, sejauh ini ada banyak perda yang telah dibatalkan oleh pemerintah. Karena itu, ada baiknya persoalan bendera dan lambang Aceh tersebut dikembalikan pada UU 11/2006 tentang pemerintahan Aceh dan PP 77/2007.
"Perda Aceh itu tidak sejalan dengan dua hal tadi," katanya.
Julian pun menegaskan dalam UU 11/2006 pasal 246 ayat (4) disebutkan bendera yang dianggap sah adalah bendera merah putih. Meski pun daerah termasuk Aceh bisa memiliki bendera daerah. Namun, bendera tersebut lebih pada melambangkan unsur keistimewaan atau kekhasan. Bukan symbol kedaulatan atau mewakili kedaulatan.
Ia juga merujuk pada PP 77/2007. Yaitu, disebutkan bendera daerah tidak mewakili atau tidak mencerminkan pada pokoknya atau sepenuhnya lambang organisasi perkumpulan dari gerakan separatis yang ada di NKRI.