REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tidak di tahannya Wakil Kepala Sekolah (Wakepsek) SMA 22, Jakarta Timur, mengundang reaksi dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH).
Wakepsek berinisial T tersebut tidak ditahan penyidik pada (12/4) lalu, dengan pertimbangan, T masih melanjutkan jenjang pendidikan S2-nya dan dia sebagai seorang guru.
"Jangan sampai keputusan ini menunjukkan kepolisian diskriminatif," kata Pengacara Publik dan Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan LBH Jakarta, Muhammad Isnur di Jakarta, Senin (15/4)
Isnur mengatakan penahanan memang hak penyidik untuk menilai apakah ditahan atau tidak. Tapi, jangan juga menjadi serampangan dalam melakukan penahanan.
Isnur menjelaskan imbas yang didapatkan itu terutama bagi Korban. Ini dikhawatirkan menimbulkan dugaan kuat bagi korban bahwa kepolisian tidak tegas melakukan tindakan hukum. "Selain korban, masyarakat juga menyaksikan," ujar Isnur
Isnur mengingatkan pihak kepolisian jangan sampai tidak ditahannya Wakepsek menjadi kesempatan buat tersangka unutk mengintimidasi dan melakukan ancaman kepada korban. "Hal ini harus dipikirkan, tidak hanya asal percaya dengan janji tersangka," kata Isnur
Dalam berita Republika sebelumnya, Wakepsek dilaporkan ke Mapolda Metro Jaya karena skandal pelecehan seksual dengan siswinya MA. Sudah 14 saksi diperiksa dan satu barang bukti berupa mobil. Status Wakepsek tersebut berubah menjadi tersangka ketika di panggil ke Mapolda Metro Jaya, (11/2) lalu.