REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hampir 100 persen atau tepatnya 99,8 persen tindak kejahatan berat seperti perampokan toko emas di Jakarta menggunakan senjata api alias senpi.
"Sekitar 99,8 persen (pelaku kejahatan berat) mereka menggunakan senjata api," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Rikwanto di Jakarta, Selasa (16/4)
Rikwanto mengatakan penggunaan senjata api bagi pelaku yang ingin merampok demi menumbuhkan kepercayaan diri dan menghilangkan ketakutannya. Senjata api tersebut bisa digunakan untuk mengancam korban dan melindungi mereka jika terjadi amuk massa.
Menurut Rikwanto, para pelaku kejahatan mendapatkan senjata api dari para pengrajin dengan jalur tertentu. Pengrajin senjata api memiliki semacam orang yang akan menghubungkan para pelaku kejahatan.
Biasanya senjata api tersebut dipesan terlebih dulu kepada orang yang menghubungkannya (semacam calo). Jika sudah jadi, orang tersebut akan melakukan transaksi dengan pelaku kejahata.
Rikwanto menjelaskan tidak hanya penjualan, tapi ada juga sistem peminjaman senjata api. Sistem peminjaman merupakan kesepakatan antara orang yang jadi penghubung ke pengrajin senjata dan pelaku kejahatan. Orang tersebut akan memungut sewa dengan harga yang disepakati.
''Setelah harga sepakat, maka pelaku akan memakai dengan jangka waktu tertentu dan mengembalikannya,'' ujar Rikwanto
Melihat fenomena maraknya penggunaan senjata api ini, Rikwanto mengatakan pihak kepolisian akan melakukan penelusuran dan penyelidikan mengenai pengrajin senapan angin yang membuat senjata api.