REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Kementerian Luar Negeri Suriah, Selasa 916/4), menyatakan Prancis harus berhenti mencampuri urusan dalam negeri Suriah, setelah negara itu mempertanyakan amnesti umum baru yang dilakukan oleh Presiden Bashar al-Assad.
Pada Selasa (16/4) pagi, Bashar mengeluarkan pengampunan umum yang mencakup pelaku kejahatan sebelum 16 April. Perdana Menteri Suriah Wael al-Halqi mengatakan sebanyak 7.000 tahanan akan dibebaskan berdasarkan amnesti tersebut.
Namun Prancis menyatakan negara itu "prihatin bahwa pengampungan tersebut mungkin adalah manuver untuk mengulur waktu".
Kementerian Luar Negeri Suriah menyatakan amnesti itu dilakukan pada malam peringatan penarikan tentara Prancis pada 1946 dari Suriah, yang menandai berakhirnya mandar Prancis atas negeri tersebut, demikian laporan Xinhua -- yang dipantau di Jakarta, Rabu pagi.
"Rakyat Suriah kami takkan membiarkan Prancis kembali ke negeri mereka (Suriah) dengan mendukung kelompok teror bersenjata dan persekongkolan mereka untuk memperpanjang pertumpahan darah di kalangan rakyat Suriah," kata kementerian tersebut sebagaimana dikutip kantor berita resmi negeri itu, SANA. "Prancis tak memiliki hak untuk menilai masalah dalam negeri Suriah," kata kementerian tersebut.