Rabu 17 Apr 2013 16:31 WIB

Sukuk Bukan Indikator Kemajuan Keuangan Syariah

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Nidia Zuraya
sukuk (ilustrasi)
Foto: theentrepreneur.my
sukuk (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, LUKSEMBURG -- Penerbitan sukuk global mengalami percepatan terutama sejak kuartal keempat 2011. Namun banyaknya penerbitan sukuk global tidak selalu diartikan sebagai tanda perkembangan sehat industri keuangan syariah.

Direktur Dananeer (perusahaan konsultan keuangan syariah di Luksemburg), Sufian Bataineh, mengatakan ada beberapa alasan mengapa maraknya penerbitan sukuk tidak bisa menjadi patokan sehatnya industri keuangan syariah. Diantaranya emiten sukuk yang memiliki dana internal sangat diperlukan sebagai sumber daya membiayai proyek-proyek investasi. Untuk itu sukuk diterbitkan dengan tujuan mendiversifikasi skema pendanaan demi mendapatkan keuntungan dari penggalangan dana.

Pihaknya baru saja meneliti kegagalan penerbitan sukuk dari lembaga Uni Emirat Arab terkemuka seperti Nakheel dan Dana Gas. Bataineh menyebut nilai sukuk yang diterbitkan selama 18 bulan terakhir melebihi 230 miliar dolar AS. "Ini membuktikan fakta bahwa banyak pemain keuangan syariah menghadapi kekurangan likuiditas,"  ucap Bataineh, seperti dikutip dari Zawya, baru-baru ini.

Para pelaku memasuki pasar modal hanya untuk mengisi kesenjangan langsung dari investor (pemegang sukuk) yang bersedia menyediakan sumber daya keuangan. Pemerintah di banyak negara mulai meminjam secara besar-besaran melalui struktur sukuk berbasis utang seperti komoditas Murabahah untuk membiayai defisit anggaran. Hal ini semakin mendukung gagasan bahwa penerbitan sukuk tidak selalu menjadi tanda pertumbuhan ekonomi riil, melainkan gejala kesulitan keuangan.