REPUBLIKA.CO.ID, CILINCING -- Kawasan pesisir pantai Marunda, Jakarta Utara tercemar limbah industri. Dampaknya, nelayan berhenti melaut sebab biaya operasional mencekik dan pendapatannya tak sesuai harapan.
Koordinator nelayan Marunda, Aslik (54 tahun) mengatakan, sudah sejak lama ia kesulitan mendapatkan ikan. Ia dan nelayan lain harus menambah biaya untuk menjaring ikan di tengah laut.
"Limbah industri dibuangnya di pantai menuju laut," ujarnya pada Republika, Rabu (17/4).
Menurut Aslik, ia kesulitan mencari ikan di pinggir laut karena banyaknya pabrik yang berderet dari Bekasi, Cilincing dan Marunda. Limbah industri pabrik ini yang mengurangi habitat ikan.
Aslik sendiri sudah lama melaporkan pembuangan limbah pabrik ke dinas terkait. Namun tak ada tindak lanjut. Sehingga ia pun pasrah dengan kondisinya. "Jadi sejauh 4 hingga 5 mil itu tercemar," ujarnya.
Aslik mengatakan, untuk nelayan kecil dengan perahu berkapasitas 5-7 Gross Ton (GT) menghabiskan solar hingga 60-120 liter. Jika 1 liter solar berharga Rp 5.500 berarti nelayan mengocek uang sebesar Rp 330 ribu hingga Rp 660 ribu. Itu belum termasuk biaya konsumsi awak kapal.
"Saya harap pemerintah bisa lebih perhatian kepada nelayan kecil'', ujarnya.
Kepala Sub Bidang Pengawasan dan Pengendalian Lingkungan Kantor Lingkungan Hidup Jakarta Utara, Tiur mengatakan, akan segera menindaklanjuti informasi ini. Namun ia mengaku bahwa lokasi pantai di Marunda memang berpotensi terkena limbah pabrik sebab berdekatan dengan Kawasan Berikat Nusantara (KBN).
"Kami akan tindak lanjuti dan memeriksa kesana," ujarnya.