REPUBLIKA.CO.ID, STOCKHOLM -- Kabar gembira terkait diperbolehkannya kumandang adzan dengan pengeras suara di Swedia hanya awal dari perjuangan Muslim. Faktanya, masih ada pekerjaan rumah Muslim Swedia yang harus segera diselesaikan, yakni serangan islamofobia.
Pendiri Islamic Center Malmo, Bejzat Becirov membenarkan hal tersebut. Menurutnya, serangan islamofobia saat ini jauh lebih vulgar. “Semakin buruk dan buruk,” kata dia, Senin (22/4).
Becirov mengatakan, saat ini merupakan waktu yang sangat sulit bagi Muslim Swedia. “Kami percaya 90 persen masyarakat Swedia itu baik. Tapi jujur, ini adalah waktu yang sulit bagi kami,” kata dia.
Meningkatnya ekskalasi serangan islamofobia terjadi dalam beberapa bulan terakhir. Kondisi ekonomi Eropa yang melesu berikut peningkatan jumlah pengangguran bisa jadi pemicu. Situasi kian runyam ketika banyak imigran dari Suriah dan Somalia datang ke Swedia.
Reuters melaporkan, jumlah pencari suaka tahun 2012 mencapai 43.900 atau meningkat 50 persen dari tahun sebelumnya. Dari sekian banyak pencari suaka, sebagian besar berasal dari Suriah dan Somalia.
Anggota partai Demokrat Swedia Adam Marttinen mengatakan, Pemerintah Swedia perlu menahan arus imigrasi datang. “Kita harus menghentikannya,” komentar dia. Menurut laporan PBB dari 44 negara industri utama dunia, Swedia peringkat keempat dalam jumlah pencari suaka.
PBB melaporkan, Swedia menjadi negara tujuan utama pencari suaka karena negara ini dikenal baik dalam menerima pendatang. Persoalan baru muncul ketika ekonomi Eropa memasuki masa suram. Angka pengangguran melonjak dalam beberapa tahun terakhir.
Di Swedia, sejumlah perusahaan raksasa negara itu, semisal Ericsson terpaksa melakukan PHK guna menyelamatkan perusahaan. Analis Politik Andreas Johansson Heino mengakui situasi di Swedia akan menarik simpati terhadap perjuangan kelompok anti imigran. Menurutnya, dukungan ini perlu diwaspadai.