REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA==Inspektur Jenderal Polisi Djoko Susilo akan menjalani sidang perdana dalam kasus korupsi pengadaan alat simulasi roda dua dan empat di Korps Lalu Lintas Polri 2011 dan tindak pidana pencucian uang di Jakarta pada Selasa.
"Karena hari ini cuma pembacaan dakwaan, jadi kami akan datang saja mendengarkan dengan baik, menyimak apa saja yang didakwakan," kata salah satu anggota tim pengacara Djoko Susilo, Teuku Nasrullah di Jakarta, Selasa.
Sidang perdana Djoko rencananya dijadwalkan pada pukul 12.00 WIB di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Nasrullah mengatakan bahwa dari berkas pemeriksaan setinggi 1,2 meter dikemas menjadi surat dakwaan setebal 135 halaman.
"Semua yang disita itu dimasukkan semua, seperti barang-barang bukti, Semua surat-surat yang terkait dengan pengadaan simulator termasuk dokumen-dokumen penawaran, tingginya 1,2 meter, tebalnya surat dakwaan 135 halaman," ungkap Nasrullah.
Tim pengacara yang akan hadir dalam sidang tersebut selain Nasrullah adalah Hotma Sitompul, Juniver Girsang dan Tommy Sihotang.
Ketua majelis hakim dalam sidang Djoko adalah Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Suhartoyo dengan hakim anggotanya Amin Ismanto, Matius Samiaji, Anwar dan Hugo, sedangkan jaksa penuntut umum adalah KMS Roni.
Hakim Suhartoyo pernah menjadi ketua majelis hakim dalam sidang kasus suap terhadap sejumlah anggota Komisi IX DPR periode 1999-2004 terkait pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, dengan terdakwa Miranda Swaray Goeltom dan kasus suap alokasi Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) tahun anggaran 2011 dan tindak pidana pencucian uang dengan terdakwa mantan anggota badan anggaran Wa Ode Nurhayati.
Untuk kasus korupsi simulator, KPK menyangkakan Djoko pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 Undang-Undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang jo pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 65 ayat (1) KUHP tentang penyalahgunaan wewenang dan perbuatan memperkaya diri sehingga merugikan keuangan negara dengan hukuman penjara maksimal 20 tahun.
Perhitungan KPK, negara mengalami kerugian total Rp121 miliar dari proyek dengan anggaran Rp 196,8 miliar tersebut.