Selasa 23 Apr 2013 17:55 WIB

SBY Minta Kekerasan di Myanmar Dihentikan

Rep: Ichsan Emrald Alamsyah/ Red: Dewi Mardiani
 Anggota palang merah Myanmar dan warga Muslim mengangkat kantong jenazah korban kebakaran yang terjadi di sebuah masjid di Yangon, Myanmar, Selasa (2/4). (AP/Khin Maung Win)
Anggota palang merah Myanmar dan warga Muslim mengangkat kantong jenazah korban kebakaran yang terjadi di sebuah masjid di Yangon, Myanmar, Selasa (2/4). (AP/Khin Maung Win)

REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mendesak Myanmar untuk menangani kekerasan kepada muslim Rohingnya. Kekerasan yang dilakukan masyarakat masyoritas beragama Buddha Myanmar, menurut SBY, akan berpengaruh terhadap seluruh umat Islam yang ada di Asia Tenggara.

SBY akan melakukan Kunjungan dua hari, yaitu Selasa dan Rabu depan menyusul gelombang antimuslim di Myanmar. Tercatat kekerasan yang terjadi di pusat kota Meikhtila, 80 kilometer utara ibu kota, Naypyitaw, menyebabkan 43 warga meninggal yang rata-rata muslim meninggal.

Menurut SBY, jika tak ditangani dengan baik, maka dampak kekerasannya bukan hanya di Myanmar, tapi juga mencapai Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia.

Keadaan sudah jauh lebih tenang di Meikhtila karena aparat keamanan sudah masuk dan memberlakukan darurat militer. Berdasarkan pantauan Reuters sebelumnya, serangan tersebut terorganisasi dengan baik, di mana kepolisian terkesan menutup mata atas kejadian yang terjadi.

Karena itu, SBY akan mendorong Myanmar untuk segera membahas kasus ini. Sehingga tak tercipta ketegangan dan kekerasan. ''Kita di Indonesia siap mendukung Myanmar mencapai tujuan itu,'' ucap dia kepada Reuters, Selasa (23/4).

Pertemuan SBY dan Presiden Thein Sein juga akan membahas soal nota kesepahaman perdagangan bebas. SBY juga mengatakan selama ini Indonesia memiliki sejarah panjang persahabatan dengan pemimpin Myanmar semenjak era kepemimpinan militer. Untuk itu ucap SBY ia akan mengunjungi Myanmar untuk terus mendukung dan mempromosikan demokratisasi, pembangunan, penegakan hukum dan HAM.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement