REPUBLIKA.CO.ID, Jakarta -- Pengamat mendukung rencana pemerintah untuk membuka keran ekspor kayu bulat. Selama ini harga kayu di pasar domestik dihargai lebih murah dibandingkan pasar regional.
Misalnya, meranti produksi hutan alam untuk meranti di pasar dunia mencapai 300 dolar AS. Sedangkan di pasar domestik, jenis yang sama hanya dihargai 120 dolar AS. "Domestik hanya menghargai 40 persen dari harga riil market," ujar Ketua Komisi Ekonomi Kehutanan Dewan Kehutanan Nasional, David, Selasa (23/4).
Dengan adanya ekspor kayu log, minimal pendapatan yang diperoleh pengusaha meningkat. Namun pemerintah perlu selektif dalam memberikan izin ekspor kepada para pelaku usaha. Syarat minimal yaitu pelaku usaha sudah memiliki sertifikat legalitas produk. Dengan demikian, tujuan ekspor tetap bergandengan dengan prinsip pembangunan hutan lestari.
Penerapan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) dinilai mumpuni sebagai metode pengawasan produk. Namun diperlukan peran aktif pemerintah untuk sosialisasi SVLK bagi dunia usaha. Pemerintah saat ini juga tengah menyiapkan negosiasi dengan Uni Eropa terkait kesepakatan agar tidak menerima kayu hasil selundupan.
Pemerintah memang berencana akan memfasilitasi sekitar 90 industri kecil agar memperoleh SVLK. Namun jumlah industri kecil yang mencapai ribuan. Ia pesimis SVLK bisa diterapkan tepat waktu, yaitu tahun depan.
Pemerintah menjanjikan ekspor kayu log terbatas pada produksi Hutan Tanaman Industri (HTI). Ekspor kayu log dikatakan tidak akan menganggu penyediaan bahan baku dalam negri. Rendahnya harga kayu log salah satunya disumbang oleh pengembangan HTI yang berjalan lambat.