REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Hari kedua Konferensi Internasional Peradaban Islam dan Perdamaian Dunia, pembahasan dimulai dengan Instrumen Pembangunan Ekonomi dalam Sukuk. Pakar Sukuk dari Yordania, Wail Al Arabiyat mengatakan, sistem ekonomi dunia saat ini memang sengaja membuat negara-negara muslim dan dunia ketiga selalu kekurangan modal dalam pembangunannya.
Akhirnya, kata dia, negara-negara muslim dan negara dunia ketiga dituntut untuk meminjam modal untuk dana pembangunan ke lembaga keuangan internasional
"Padahal dengan sistem kapitalis itu, negara-negara Islam dan dunia ketiga telah masuk dalam satu sistem riba yang terstruktur," ujar Wail kepada peserta Konferensi, Rabu (24/4).
Sistem keuangan, imbuhnya, sengaja diatur untuk membuat negara muslim dan negara dunia ketiga terus bergantung. Itulah mengapa ketika krisis mendera sistem riba seluruh sistem keuangan global terdampak, seperti yang dihadapi saat ini. Penyebab utamanya, papar Wali Al Arabiyat, adalah sistem riba berdasar kepemilikan tak hakiki, tidak seperti sistem ekonomi Islam.
Karena itulah, jelas dia, sudah saatnya bagi dunia Islam untuk terus menggiatkan sukuk sebagai bagian dari sumber pendanaan Islam yang lebih syari daripada menggunakan sistem kapitalis. "Apalagi ekonomi islam, ada yang disebut dengan sukuk sebagai modal pembiayaan yang sangat efektif, sangat berbeda dengan saham dalam sistem kapitalis," katanya.
Menurut Wail, untuk itu, negara Islam dan dunia ketiga yang didominasi negara berpenduduk muslim, perlu berpikir membuat mekanisme ekonomi umat agar tidak lagi bergantung dengan kapitalis dan hanya mengoptimalkan sukuk.