REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembahasan verifikasi qanun tentang bendera dan lambang Aceh ditangguhkan hingga beberapa hari ke depan. DPR Aceh menginginkan supaya pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi Aceh dapat menyamakan persespsi terkait masalah ini.
“Dengan begitu, diskusi lanjutan nantinya tidak menemui jalan buntu,” kata Ketua Komisi A DPR Aceh, Adnan Beuransyah, saat dihubungi Republika di Jakarta, Rabu (24/4).
Adnan menyatakan bendera dan lambang Aceh tidak memiliki kaitan sama sekali dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Seharusnya, kata dia, sejak penandatanganan nota kesepahaman antara Pemerintah RI dan GAM di Helsinki, Finlandia pada 2005 lalu, cerita tentang separatisme di daerah ini sudah benar-benar habis.
“Persoalan itu sudah lama ditutup. Jadi tidak perlu diungkit-ungkit lagi,” tegas anggota Partai Aceh tersebut.
Adnan berpendapat, bendera dan lambang Aceh tidak lebih dari sekadar identitas daerah. Atribut-atribut itu sendiri menurutnya muncul dari aspirasi rakyat Aceh, sehingga sulit diganti begitu saja.
“Oleh karena itu, yang sebenarnya dibutuhkan adalah menyamakan persepsi antara pemerintah pusat dan Pemprov Aceh,” ujar Adnan.
Sebelumnya, Gubernur Aceh Abdullah Zaini meminta waktu 15 hari untuk menyosialisasikan dan mengkoordinasikan persoalan ini dengan semua pihak terkait di Aceh. Waktu penangguhan tersebut terhitung sejak 17 April lalu.
Sejauh ini, baik Kementerian Dalam Negeri maupun Pemerintah Provinsi Aceh telah membentuk tim untuk membahas 12 poin qanun yang dianggap bermasalah secara hukum, termasuk di dalamnya soal bendera dan lambang Aceh.