Kamis 25 Apr 2013 11:54 WIB

Perbanas: Pembentukan Bank Khusus Perlu Landasan UU

Ketua Umum Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas), Sigit Pramono
Ketua Umum Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas), Sigit Pramono

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas) Sigit Pramono mengatakan pembentukan bank khusus di Indonesia memerlukan landasan undang-undang (UU) agar lembaga keuangan itu memiliki legalitas.

"Indonesia ke depannya seharusnya memiliki bank khusus, namun harus diperkuat landasan undang-undang, agar bank khusus yang berdiri memiliki legalitas," kata Sigit dalam Seminar Nasional Peluang dan Tantangan Bank Khusus di Tengah Dominasi Asing di Jakarta, Kamis (25/4).

Sigit menjelaskan, dalam undang-undang dan draft RUU tentang perbankan, pasal lima dijelaskan bahwa jenis bank antara lain Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat, di mana bank umum sebenarnya dapat menjadi bank khusus dengan mengkhususkan diri untuk melaksanakan kegiatan tertentu atau memberikan perhatian lebih besar kepada kegiatan tertentu.

Namun, lanjut dia, keberadaan undang-undang terkait bank khusus tetap diperlukan, misalnya untuk membedakan perhitungan key performance index dengan bank umum dan mencegah perbankan semakin masuk ke dalam predikat universal bank (bank dengan beragam layanan keuangan).

"Bank khusus harus diperlakukan berbeda, jangan diukur sama seperti bank umum karena mereka tidak bisa memberikan margin keuntungan seperti bank umum. Kalau tidak dibedakan tidak ada investor yang mau mendirikan bank khusus," papar Sigit.

Sigit mengatakan bahwa Perbanas melalui cetak biru perbankan telah mengusulkan kehadiran bank khusus di Indonesia. Menurutnya, definisi bank khusus ini yakni bank yang melaksanakan usaha secara khusus berdasarkan pilihan sistem, bidang usaha, sektor ekonomi, wilayah atau tujuan tertentu, dengan pertimbangan kecukupan modal, kesiapan SDM dan penguasaan teknologi.

Sejauh ini, kata Sigit, struktur perbankan di Indonesia sebenarnya telah berbentuk bank khusus, misalnya bank syariah, bank perkreditan rakyat, bank umum yang lebih banyak melakukan pembiayaan di sektor tertentu seperti Bank Tabungan Negara dengan kredit pemilikan rumahnya. "Namun Perbanas mengusulkan di dalam UU perbankan nantinya, bank bisa dibedakan menurut jenisnya yakni Bank Umum dengan Bank Khusus," katanya.

Ia mengatakan keberadaan bank khusus diperlukan sebab faktanya pembiayaan terhadap sektor-sektor ekonomi penting selama periode 2002-2012 masih rendah. "Pembiayaan sektor pertanian, peternakan, kelautan dan perikanan terus menerus rendah, hanya delapan persen dalam 10 tahun (2002-2012)," katanya.

Di sisi lain, lanjut Sigit, sektor utama pendukung pertumbuhan ekonomi hampir tidak mendapat pembiayaan perbankan, seperti konstruksi (hanya tiga hingga lima persen), listrik, gas dan air bersih (satu hingga tiga persen), sektor pengangkutan dan komunikasi (empat hingga tujuh persen).

"Pembiayaan juga hanya terfokus di kota di mana sebanyak 72 persen pembiayaan terjadi di Jawa dan Jakarta, Aceh dan Sumatra 16 persen, serta sisanya delapan persen. Sedangkan Maluku dan Papua hanya nol hingga satu persen," ujarnya.

Menurut Sigit, upaya pembentukan bank khusus dapat meniru negeri Tirai Bambu, China, yang berhasil membesarkan sektor perekonomiannya melalui pembiayaan bank khusus. "Pembentukan bank khusus tidak harus selalu dari nol, namun bisa menunjuk bank yang sebenarnya memang telah fokus dalam pembiayaan tertentu," katanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement