REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menyatakan rencana kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi menjadi dua harga (dual price) akan mematikan keberadaan angkutan umum.
Berdasarkan hasil survei, minat naik angkutan umum di Kota Jakarta hanya 11,5 persen. Apabila ada kebijakan BBM harga ganda dikhawatirkan masyarakat akan beralih ke kendaraan sepeda motor.
"Angkutan umum akan merana, penumpang akan merosot, mungkin beralih ke motor," katanya di Warung Daun, Jakarta Pusat (27/4).
Menurutnya Organisasi Angkutan Darat (Organda) juga tidak menyetujui keputusan BBM dual price tersebut karena akan mematikan angkutan umum.
Menurutnya pemerintah pada prinsipnya jangan seperti bermain yo-yo dalam mengambil kebijakan kenaikan harga BBM. Pemerintah harus tegas dan berani dalam mengambil setiap keputusan terutama dalam menentukan tarif.
Kebijakan kenaikan harga BBM jhanya dijadikan komoditas politik bukan komoditas ekonomi. “Mengapa mendaur ulang wacana yang tidak produktif," katanya menambahkan. "Ini Kebijakan kontradiktif yang tidak edukatif. Secara konseptual tidak implementable," ucapnya.
Tulus menambahkan apabila kebijakan dual price dijalankan maka akan terasa dampak ekonominya. Hal itu juga dapat menyulitkan masyarakat.
Apabila nanti akan ada dua jenis SPBU yang berbeda harga maka menimbulkan berbagai jenis penyelewengan. "Bentuk penyimpangan dual price bisa menimbulkan ojek bensin atau angkot bensin," ujarnya.
Menurutnya kemungkinan tukang ojek dan angkot daripada menarik penumpang lebih mudah jual bensin karena banyak yang mencarinya.
Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Migas, Ibrahim Hasyim menuturkan pertumbuhan industri otomotif semakin meningkat. Produksi motor yang dihasilkan mencapai 10 juta unit per tahun sedangkan untuk produksi mobil mencapai 1 juta unit per tahun. Sehingga itulah yang akan terus memicu tingginya kebutuhan untuk BBM khususnya BBM bersubsidi.