Oleh Andi Ikhbal
REPUBLIKA.CO.ID, Ratusan perempuan itu tampak berkerudung. Sebagian kepalanya tertutup meski rambutnya sedikit terurai. Baju yang dikenakan pun nampak ketat dan terbuka. Namun, saat tangan menadah untuk berdoa, ada wajah yang tertunduk malu di sana.
Mereka masih duduk berbaris di sekitar teras balai RW 06, Tambak Asri, Krembangan, Surabaya. Sebanyak 354 wanita tuna susila (WTS) dan 96 mucikari di area porstitusi tersebut menghadiri acara penutupan lokalisasi oleh Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini.
Sebagian nampak antusias mendengarkan arahan kepala daerah tersebut, namun, ada juga yang datang hanya mengharapkan pembagian uang sangu.
“Katanya mau dikasih uang saku malam ini, wes aku melu tapi ra ono” kata seorang WTS, Suryani (40) pada Republika saat ditemui di depan kontrakannya, Ahad (28/4) malam.
Wajah-wajah tertunduk dengan sedikit kerudung itu pun kini kembali ke kafe remang-remang belakang balai RW. Asap rokok mengebul keluar dari mulut mereka.
Senyum manja masih terpancar saat saling bercengkrama. Rata-rata usiannya memang sudah paru baya, tapi mata genit itu masih sanggup memancing pria. Sebagian besar WTS merasa kecewa dengan adanya penutupan tersebut. Seorang diantaranya adalah Suryani.
Menurutnya, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya tidak memperhitungkan aspek sosialnya. Meski ada janji pemberian sangu dan jatah hidup (jadup) selama tiga bulan sebanyak Rp 5.050.000, namun realisasinya baru akan didapat pada Jumat (10/5) mendatang.
Padahal, Suryani hadir di acara itu dengan harapan wali kota membahas kepastian uang pengganti. Namun nyatanya, ia menganggap, orasi itu hanya berupa arahan agar para WTS memulai hidup baru dengan membuka warung makan.
“Kalau harus menunggu tanggal 10 nanti saya tidak berbuat apa-apa, lalu harus makan apa keluarga saya nantinya,” ujarnya. 'Kupu-kupu malam' itu pun tampak berduka. 'Sarang' tempat dia mencari makan harus diterabas demi norma.
WTS lainnya, Narti (45 tahun) menambahkan, dia dan beberapa rekannya tetap nekat untuk tetap menjajakan diri hingga sangu dan jadup sampai ke tangan Justru dengan cara ini, dia mengklaim, mereka dapat menuntut secara langsung ke Pemkot Surabaya.
Karena, bila nantinya terjaring razia oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), secara langsung para WTS dapat menagih uang yang dijanjikan tersebut.
Padahal, dalam satu hari, pendapatan mereka tidaklah terlalu besar, yakni berkisar Rp 100 ribu, bahkan kurang dari itu. “Yang penting cukup untuk makan saya dan anak-anak,” ujarnya.
Kerugian atas penutupan lokalisasi di Tambak Asri berdampak luas. Mucikari, penjaga keamanan serta pemilik kafe pun harus menanggur. Dengan diresmikan sebagai daerah bebas prostitusi, maka pengunjung yang biasa datang akan berkurang.
Ketua Paguyuban Kafe Tambak Asri Parto (47 tahun) menjelaskan, bukan hanya WTS yang seharusnya mendapat perhatian. Sebab, beberapa aspek lainnya juga ikut terkena dampak namun tidak dijatah oleh pemerintah.
“Padahal kami juga membayar uang iuran Rp 10 ribu per bulan, dan sekitar Rp 50 ribu per tahun pada pihak RW,” ujarnya. Sebelumnya, Pemkot Surabaya bersama Polres Tanjung Perak dan beberapa ormas serta tokoh masyarakat mendeklarasikan kawasan Tambak Asri sebagai area bebas prostitusi.
Rangkaian kegiatan tersebut diselenggarkan di depan ratusan WTS dan mucikari. Selain arahan dari wali kota, mereka juga mendapat siraman rohani dari ustaz MUI Jawa Timur.
Camat Krembang Sumarno mengatakan, pihaknya akan turut melakukan pengawasan di bekas area lokalisasi tersebut. Selain peresmian penutupan area, beberapa hari ke depan, dia menambahkan, akan ada penutupan wisma-wisma secara berkala.
“Proses itu juga akan dilakukan bersamaan dengan pemulangan WTS ke daerah asalnya,” kata Sumarno. Namun, dia mengakui, dana kompensasi dari Kementerian Sosial (Kemensos) dan Biro Kesejahtraan Rakyat (Kesra) Pemprov Jatim masih belum cair.
Sementara, wali kota menyatakan, uang tersebut akan digelontorkan 10 Mei mendatang. Rencananya, WTS akan mendapat tunjangan sebesar Rp 3 juta dan ongkos pemulangan Rp 2.050.000. Sedangkan para mucikari memperoleh sangu maksimal Rp 5 juta.