Senin 29 Apr 2013 21:02 WIB

Militan Bersenjata Kepung Kementerian Luar Negeri Libya

Rep: Ichsan Emrald Alamsyah/ Red: Djibril Muhammad
 Warga Libya mengacungkan tanda
Foto: Francois Mori/AP
Warga Libya mengacungkan tanda "victory" sambil memegang tasbih di Benghazi,Libya.

REPUBLIKA.CO.ID, TRIPOLI -- Perdana Menteri (PM) Libya memperingatkan berbagai pihak kondisi ibu kota dalam bahaya. Hal ini terkait serangan militan bersenjata ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan stasiun televisi Pemerintah.

Bahkan saat ini militan mengepung kantor Kementerian Luar Negeri Libya. Kelompok bersenjata ini melarang setiap orang yang pernah bekerja dengan mantan Diktator Muammar Gaddafi untuk menduduki jabatan di Pemerintahan reformasi.

Meski perang sipil sudah berakhir dua tahun lalu, Pemerintah Libya masih terus mencoba memulihkan keamanan negerinya. Pemerintah pun membangun kembali angkatan bersenjata dan melucuti militan bersenjata. Termasuk pemberontak yang ikut melawan Qaddafi di 2011.

Dilaporkan Associated Press, sebanyak 200 orang mengepung Kemenlu Libya. Mereka, para militan, mempercayai masih banyak pendukung rezim Qaddafi yang duduk tenang dan mendapat posisi penting di kementerian tersebut.

Protes ini sendiri berawal ledakan Kedutaan Perancis di Tripoli, hingga menimbulkan kondisi darurat di ibu kota tersebut. Termasuk mengancam Kementerian dan Kedutaan Jerman.

Kondisi Tripoli sendiri mencekam. Menurut saksi mata, kurang lebih 20 truk yang membawa senjata berat antiserangan udara melintangi jalan dekat kantor Kemenlu. Sementara begitu banyak orang yang membawa AK-47 dan senapan penembak jitu berjaga di sekitar jalan tersebut.

Sebelumnya seperti dikatakan mereka menyerang Kemendagri Libya kemudian memaksa pegawai untuk keluar. Para penyerang mengatakan Kementerian tak membayar gaji mereka Mereka juga menyerang stasiun televisi, Al Wataniya sehingga membatalkan semua wawancara.

Perdana Menteri (PM) Libya, Ali Zaidan, menyatakan meski diancam negara takkan takut. Ia mengatakan serangan itu takkan membuat Pemerintah mundur dan menyerah. "Mereka yang berpikir Pemerintah frustasi itu salah. Kami sangat kuat dan mampu bertahan," ucap dia dikutip dari Reuters.

Kerusuhan pada Ahad juga menyebabkan Parlemen libya menunda pembahasan pencopotan Kepala Staf Angkatan Darat, Mayor Jenderal Youssef al-Mangoush. Jenderal yang dianggap tak mampu melucuti para milisi diyakini masih memiliki pendukung kelompok bersenjata di belakangnya.

Pemimpin kelompik milisi, menyatakan Kemenlu akan tetap tertutup sampai aturan isolasi politik diterapkan di Pemerintahan. Undang-undang yang dimaksud adalah aturan pelarangan bagi setiap pejabat yang pernah duduk di Pemerintahan Qaddafi.

sumber : Reuters/AP
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement