REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang mengatakan, partai politik sering mencari orang yang punya uang untuk maju menjadi calon anggota legislatif.
Caleg tersebut mendapatkan dana kampanye mungkin berasal dari perusahaan dan korporasi. Ketika caleg yang didanai perusahaan atau korporasi itu sukses jadi anggota DPR, ujar Sebastian, maka ia harus memberikan imbalan balik kepada penyumbang dana.
Proyek merupakan imbalan yang paling mudah bagi penyumbang dana kampanye. Sehingga banyak politisi berusaha mengamankan kepentingan korporasi.
Menurutnya, sumbangan perusahaan bagi pendanaan parpol atau kampanye caleg itu berbahaya. Sebab perusahaan bisa menjadi penentu kebijakan negeri ini melalui politisi yang didanainya. “Praktik ini sudah banyak terlihat dalam banyaknya perpanjangan kontrak karya perusahaan tambang,” katanya, Selasa (30/4).
Politisi di pemerintah yang didanai oleh perusahaan tambang, ujarnya, akan berusaha melakukan berbagai cara untuk memperpanjang kontrak karya yang sudah habis. Undang-Undang yang sarat dengan kepentingan korporasi dan asing juga banyak dibuat oleh politisi semacam ini.
Komisi Pemilihan Umum (KPU), kata Sebastian, tidak mungkin melakukan investigasi terhadap pendanaan para caleg yang melakukan kampanye. Kemungkinannya KPU melacak hal ini sangat kecil. Untuk melacak caleg ganda saja, KPU masih kesulitan, apalagi melacak dana kampanye caleg.