Selasa 30 Apr 2013 21:57 WIB

Pakar: Sidang Kasus Lapas Cebongan Harus Dikawal

Sejumlah personel Brimob dan TNI bersenjata lengkap bersiaga setelah terjadi penyerbuan di Lapas 2B Cebongan, Sleman, Yogyakarta, Sabtu (23/3).
Foto: Antara
Sejumlah personel Brimob dan TNI bersenjata lengkap bersiaga setelah terjadi penyerbuan di Lapas 2B Cebongan, Sleman, Yogyakarta, Sabtu (23/3).

REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA--Pakar Hukum Pidana dari Universitas Gadjah Mada Supriyadi mengatakan masyarakat harus ikut mengawal proses peradilan 11 tersangka penyerangan Lapas Cebongan di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, yang rencananya digelar di Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta.

"Persidangan yang rencananya terbuka untuk umum itu harus membuktikan bahwa aparat militer tidak kebal hukum," katanya saat ditemui usai diskusi publik 'Indonesian Court Monitoring (ICM)' di Yogyakarta, Selasa.

Dalam persidangan tersebut, kata dia, semua kalangan harus memahami kasus penyerangan oleh sejumlah oknum anggota TNI itu akan dikategorikan sebagai pembunuhan berencana, atau pembunuhan biasa.

Sementara itu, apabila pembunuhan tersebut dikategorikan berencana, menurut dia, maka sesuai dengan pasal 340 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dapat diberikan sanksi hingga hukuman mati.

"Dalam pasal 340 KUHP, pelaku pembunuhan dengan direncanakan dapat dijatuhi hukuman, mulai dengan hukuman 20 tahun, seumur hidup maupun hukuman mati," katanya.

Selain itu, kata dia, sesuai kedisiplinan kemiliteran, anggota satuan militer yang terlibat kasus pidana juga seharusnya diberikan sanksi tambahan, yakni pemecatan.

Namun, kata dia, hingga saat ini peradilan militer di Indonesia masih jarang yang secara tegas memberikan sanksi pemecatan terhadap aparat militer yang terlibat kasus.

"Kalau dipandang sudah tidak pantas lagi ada di institusi militer, seharusnya ada pemecatan. Tetapi belum tentu juga, karena sepertinya selama ini tidak semua dikenai sanksi pemecatan," katanya.

Semua tuntutan yang diberikan dalam persidangan, kata dia, harus diamati. "Masyarakat tidak perlu enggan serta merasa akan ditutup akses untuk memantau persidangan tersebut," katanya.

Sebelumnya, Menteri Pertahanan (Menhan) Purnomo Yusgiantoro menjamin bahwa peradilan militer terhadap 11 tersangka pelaku penyerangan Lapas Cebongan akan digelar secara terbuka, dan transparan.

"Kita berpegang teguh pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), Kitab Undang-undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), dan sidang akan dilakukan secara terbuka dan transparan," kata Menhan di sela kunjungannya ke Ganjuran, Kabupaten Bantul, Provinsi DIY, 12 April lalu.

sumber : antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement