REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Berbagai persoalan yang timbul akibat pemekaran daerah tidak membuat pemerintah menutup wacana pembentukan daerah-daerah otonomi baru (DOB).
“(Pemekaran) itu harus dikaji dan dinilai satu-satu. Kalau layak, kita lepas. Tapi kalau tidak, ya tidak akan kita izinkan untuk dimekarkan,” kata Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi di Jakarta, Rabu(1/5).
Prosedur itu sesuai dengan Peraturan Pemerintah No 78/2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah.
Mendagri tak menampik ada beberapa masalah yang kerap ditemukan dalam implementasi pemekaran daerah, seperti penentuan batas wilayah dan penyerahan aset dari daerah induk ke daerah baru.
Tidak hanya itu, menurut evaluasi terbaru Kemendagri, hanya 30 persen DOB yang kinerja pemerintahannya dinilai baik. Penilaian tersebut dilakukan pada DOB yang usianya di bawah tiga tahun.
Meski demikian Gamawan berpendapat, hal tersebut sebagai sesuatu yang lumrah. Karena, kata dia, daerah-daerah baru itu pada dasarnya masih membutuhkan pembenahan.
“Untuk itu, pemerintah menerapkan ‘masa persiapan hingga 2015’ terhadap 12 DOB yang diresmikan bulan lalu,” katanya. Persiapan itu mencakup pemilukada, fasilitas perkantoran, dan aparatur pemerintah.
Pada 2008, presiden pernah memberlakukan moratorium pemekaran daerah karena dinilai tidak efektif. Setelah dua tahun berjalan, DPR meminta agar moratorium itu dibuka.
Presiden pun mengatakan, pemekaran boleh dilakukan, tapi dalam jumlah terbatas.