REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fungsionaris DPP Partai Gerindra, Ferry Juliantono mengatakan, biaya kampanye yang terlalu besar cenderung rawan menimbulkan politik transaksional. Sebab, seorang caleg akan lebih mengandalkan anggaran yang dimilikinya.
"Kalau biaya kampanyenya banyak, tapi calegnya tidak pernah turun ke masyarakat, itu bisa menjadi peluang terjadinya politik transaksional," kata Ferry di Jakarta, Rabu (1/5).
Dikatakan Ferry, beberapa anggota legislatif yang saat ini duduk di kursi parlemen, disinyalir melakukan hal tersebut. Menurutnya, anggota DPR tersebut tidak pernah hadir saat kampanye, namun mampu mendulang suara yang membawanya menjadi anggota DPR.
"Ini terjadi, kalau bisa ditelusuri seberapa sering para caleg datang ke dapilnya dan turun langsung, itu bisa dihitung besaran biaya yang dikeluarkan untuk menjaring suara," ujar Ferry.
Bakal caleg Gerindra dari daerah pemilihan Jawa Barat delapan dengan nomor urut satu itu mengaku menyiapkan anggaran sebesar satu miliar rupiah untuk maju menjadi caleg.
Menurut Ferry, angka satu miliar rupiah merupakan jumlah yang wajar saat ini. Sebab, menurut pantauannya biaya tersebut adalah biaya paling minim untuk kampanye di setiap dapil. "Karena biaya termurahnya rata-rata satu miliar rupiah di setiap dapil, kan ada biaya operasional keliling dapil yang dimulai sejak setahun sebelum waktu pelaksanaan kampanye," kata Ferry.
Selain biaya operasional, Ferry mengatakan, anggaran tersebut juga akan digunakan untuk membangun rumah aspirasi, posko parpol, dan dana bantuan untuk masyarakat sesuai program kampanye.