REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Tragedi bom Boston di Amerika Serikat (AS) menyisakan tekanan terhadap mualaf baru. Mereka merasa diawasi dan diintimidasi keberadaannya di negeri Paman Sam.
Profesor Pendidikan, Louis National University, Imam Seema mengatakan setiap kali seseorang berbicara tentang Islam, mualaf pasti merasakan dampaknya. Karena itu, umat Islam perlu memberikan dukungannya.
"Kita harus hati-hati soal ini," kata Seema seperti dikutip Huffington Post, Rabu (1/5).
Malika Macdonald Rushdan, yang menjadi mualaf tahun 1995, mengatakan hal yang disayangkan ketika selesai tragedi bom Boston adalah keputusan mualaf menjadi Muslim dinilai karena paksaan atau "cuci otak". Hal ini sangat menekan mualaf.
"Saya pikir apapun bentuk pandangan negatif itu, mualaf akan merasa terganggu. Padahal keputusan menjadi Muslim bukanlah hal yang mudah," ujar Rushdan.
Ia mengakui munculnya pandangan negatif itu dikarenakan ketidaktahuan tentang Islam. "Yang bisa saya katakan di sini, saya berharap para mualaf tidak perlu takut dalam menghadapi pandangan itu. Mualaf haruslah takut kepada Allah karena Dia telah memberikan kedamaian dan kepuasan batin melalui Islam," kata Rushdan.