REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA – Polres Tanjung Perak, Surabaya belum bisa memastikan tersangka penganiyaan 17 penumpang KM Lambelu, Fasikun (59) mengalami gangguan jiwa.
Karena itu, Senin (6/5) mendatang, pihak kepolisian akan membawanya ke Rumah Sakit (RS) Bhayangkara guna mendapatkan hasil pemeriksaan dokter untuk acuan proses hukuman.
Kasubag Humas Polres Tanjung Perak, AKP Lily Djafar mengatakan, bila nanti tersangka dinyatakan mengalami gangguan kejiawan, maka sesuai pasal 44 ayat 1 KHUP, dia tidak akan dikenakan proses hukum. Namun, menurutnya klaim tersebut hanya dapat dikeluarkan pihak RS.
"Polisi tidak berwenang, namun bila lihat-lihat, tersangka itu normal," kata Lily pada Republika, Kamis (2/5).
Hanya saja berdasarkan konsultasi dengan dokter spesialis kesehatan jiwa di Polda Jawa Timur (Jatim), dia menambahkan, tersangka mengalami psikotik akut. Di mana, si penderita diduga mengalami stres berat dan dapat bertindak di luar batas kemampuannya.
Namun, karena kondisi itu pada umumnya berlangsung dalam waktu satu bulan, maka kata Lily, pihaknya masih menunda proses pemeriksaan. Hingga saat ini, Fasikun masih dalam proses penyesuaian diri, menurutnya, dokter tersebut meminta kepolisian untuk tidak melanjutkan penyelidikan terlebih dahulu.
"Dokter itu juga merekomendasikan agar tersangka diberi kesempatan menenangkan diri, setelah itu, hari Senin baru boleh dibawa ke rumah sakit," ujarnya.
Fasikun memang mengaku tertekan dengan masalah yang saat ini dialminya, sehingga kalap mengamuk di dek kapal. Pria paruh baya asal Purbalingga, Jawa Tengah itu mengatakan, persoalan itu disebabkan karena penahanan anakanya, Asep Raharja (28) oleh Polres Namlea, Buru, Maluku.
Menurutnya, anak semata wayang tersebut terlibat kasus kriminal dan terpaksa diamankan oleh kepolisian. Dia sendiri tidak mengetahui secara detail mengenai penyebab hal itu. Namun pastinya, dia membaca surat dari Polres yang menyatakan Asep sebagai tersangka, sehingga harus ditahan.
"Tapi di dek kapal, saya mendengar ada suara perempuan yang membicarakan kasus yang menimpa keluarga saya. Itu adalah aib, dan saya merasa terganggu," kata Fasikun.
Karena merasa malu, dia kemudian menjadi stress dan menarik parang dari dalam tasnya. Lalu, dia mengamuk sambil mengayunkan parang tersebut ke beberapa orang di sekitar dek. Dia sendiri mengaku, tidak mengetahui kalau yang diserang adalah para penumpang kapal.
Fasikun mengatakan, awalnya senjata tajam tersebut ingin dia jadikan sebagai oleh-oleh pada para kerabatnya. Dia juga menyatakan, tidak ada pemeriksaan dari petugas pelabuhan terhadap barang-barang yang dibawanya saat hendak masuk ke kapal.
Lily mengatakan, hal tersebut amat disayangkan. Karena, lokasi pelabuhan itu sering kali dijadikan pintu masuk untuk membawa barang-barang berbahaya. Menurutnya, dalam satu pekan, petugas gabungan di pos pelabuhan Tanjung Perak, dapat mengumpulkan ratusan senjata tajam dan benda berbahaya lainnya.
"Saya akui, pelabuhan di sana masih minim fasilitas, namun paling tidak ada razia rutin, karena banyak penumpang yang diduga membawa barang berbahaya tersebut," ujarnya.