REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Perdana Menteri Hamas, Ismail Haniyeh, menolak klausul pertukaran lahan untuk menyelesaikan konflik Palestina-Israel. Menurut dia gagasan Liga Arab tersebut tak bisa diterima karena tanah yang diduduki Israel saat ini adalah milik Palestina.
Ia mengatakan, mengutip dari Xinhua, berdasarkan sejarah titik perbatasan Israel adalah tanah Palestina. Artinya wilayah yang kemudian direbut Israel adalah milik Palestina. Oleh karena itu ia pun menolak menyetujui usulan Liga Arab. Bahkan sebelumnya, berdasarkan rilis yang diterima Aljazirah, mereka sangat khawatir dengan pernyataan delegasi Liga Arab di Washington. Ia berharap Liga Arab mendorong Amerika Serikat (AS) agar bisa menekan aktivitas Israel yang mengambil tanah Palestina.
Sebelumnya, Selasa (30/4), Liga Arab yang dipimpin menteri luar negeri Qatar bersama dengan Menteri Luar Negeri AS, John Kerry, menyatakan setuju dengan kesepakatan pertukaran tanah terbatas yang disepakati antara Israel dan Palestina. Sebenarnya sikap Liga Arab tersebut dimaksudkan untuk mendukung pemimpin Palestina yang berpusat di Tepi Barat Sungai Jordan dalam melanjutkan perundingan perdamaian dengan Israel.
"Ini adalah konsesi yang tak bisa diterima," kata Haniyeh. Ia menyalahkan pesaingnya di Pemerintah Otonomi Nasional Palestina (PNA) karena memberi lampu hijau bagi gagasan pertukaran tanah. Haneya kembali menyampaikan pendirian Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) bahwa perlawanan bersenjata adalah pilihan strategis bagi rakyat Palestina. Karenanya, dia menolak rencana itu.
Sedangkan di pihak Israel, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengatakan, Kamis (2/5) bahwa ia akan melakukan referendum untuk kesepakatan damai dengan Palestina. ''Jika kita membuat perjanjian damai dengan Palestina, saya ingin membawanya dalam referendum, dan saya akan bertanya bagaimana pengalaman anda akan hal itu,'' tutur dia kala bertemu Menteri Luar Negeri Swiss Didier Burkhalter.