REPUBLIKA.CO.ID, WAYKANAN, LAMPUNG -- Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Waykanan Provinsi Lampung Bunyamin Sidik mengatakan, tindakan seorang guru mencubit siswa seharusnya dimaknai sebagai peringatan pendidikan demi sang anak.
"Rasanya hampir semua murid di zaman dulu mengalami peringatan oleh gurunya, dicubit, dijewer, disebat pakai mistar, dipukul pakai rotan, dilempar pakai kapur dan pengapus dan lain sebagainya," ujar Bunyamin, di Blambangan Umpu, Senin.
Hal itu dikemukakan Bunyamin menanggapi dilaporkannya Sari Asih Sosiawati oleh orang tua murid ke polisi. Pengajar Bahasa Lampung di SDN Tiuhbalak, Baradatu itu mencubit seorang siswa pada 29 Agustus 2012 lalu.
Asih mengatakan mencubit bagian atas perut bawah ketiak sebelah kiri dengan tangan kanannya karena pelajar yang dicubitnya tersebut tidak mengerjakan ulangan serta terhitung sudah dua kali.
Akibat cubitan itu, PNS golongan III A itu dilaporkan oleh ke Polsek Baradatu oleh orang tua siswa yang dicubitnya. Dan kepada sejumlah jurnalis pula, Asih yang disangkakan terkena pasal 80 ayat 1 Undang-Undang Perlindungan Anak, juga mengatakan jika dimintai pelapor Rp 24 juta sebagai uang damai.
Oleh sebab itu, demikian Ketua MUI Waykanan menambahkan, orang tua murid seharusnya bisa menyikapi cubitan Asih sebagai peringatan demi kemajuan pendidikan anaknya.
"Saya sewaktu belajar di pondok pesantren juga pernah mengalami pukulan rotan di telapak tangan kiri dan kanan masing-masing tujuh kali karena tidak hafazd atau hafal mata pelajaran alfiah olah almarhum KH Mustafa. Dan saya memaknainya sebagai peringatan sehingga memacu untuk lebih giat belajar," ujarnya lagi.
Bunyamin yang juga Kepala Badan Keluarga Berencana, Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Perempuan itu menegaskan pelapor perlu mendapat pencerahan moral dan psikologi agama serta psikologi pendidikan.