REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Bank Indonesia (BI) Cicilia Harun mengatakan akses masyarakat kepada lembaga keuangan dan pembiayaan masih rendah sehingga perlu strategi nasional untuk meneruskan, mengembangkan, dan mengoordinasikan program keuangan inklusif dengan ukuran pencapaian, tanggung jawab, serta komitmen jelas.
"Survei Bank Dunia 2011, 20 persen penduduk dewasa di Indonesia tidak memiliki rekening bank," katanya dalam seminar nasional 'Pengembangan UMKM melalui Keuangan Inklusif yang Bertanggung Jawab dan Berkelanjutan' di Gedung BI di Jakarta, Senin (6/5).
Survei neraca rumah tangga BI pada tahun yang sama, kata Cicilia, menemukan hanya 48 persen rumah tangga yang memiliki tabungan di lembaga keuangan dan nonlembaga keuangan.
Hal itu, katanya, menunjukkan unbanked people di Indonesia sangat tinggi.
Padahal, katanya, di Indonesia cukup banyak lembaga keuangan yang bisa diakses oleh masyarakat. Yang paling banyak adalah bank perkreditan rakyat (BPR) yang mencapai 1.669, disusul reksadana (639), dana pensiun (270), perusahaan multifinance (194), asuransi (139), sekuritas (129), bank komersial (120), modal ventura (86), perusahaan penjamin kredit (4), dan pegadaian.
"Terdapat akses yang berlebih terhadap layanan jasa perbankan di Jawa dan Bali, sedangkan di wilayah timur Indonesia, akses layanan terhadap jasa perbankan masih sangat rendah," katanya.
Untuk mengembangkan keuangan inklusif, Cicilia mengatakan Bank Indonesia memiliki desain strategi dengan mempertimbangkan kesesuaian yang saling mendukung antara tiga komponen, yaitu pengentasan kemiskinan, stabilitas keuangan, dan pertumbuhan ekonomi.
"Pengetasan kemiskinan dilakukan dengan cara menyasar kelompok miskin dalam pengembangan keuangan inklusif, stabilitas keuangan dilakukan dengan mendorong regulasi yang mendukung perlindungan konsumen dan pertumbuhan ekonomi dilakukan dengan mendorong pengembangan ekonomi lokal," terangnya.